Tips Nol Kasus COVID-19 dari Baduy

Grahanusantara.co.id, Lebak – Suku Baduy adalah suku asli dari Banten, hebatnya dari suku ini, dimana hingga kini, penyebaran COVID-19 di kalangan masyarakat Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, masih nol kasus sejak pemerintah menetapkan wabah corona sebagai bencana nasional pada 13 April 2020.

Masyarakat Baduy lebih ketat dalam menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) guna mencegah penularan virus corona. Bahkan, tetua adat setempat mengimbau masyarakat tidak ke luar daerah, terutama zona merah penyebaran COVID-19. Selama ini, aktivitas masyarakat Baduy lebih banyak di rumah dan ladang untuk mengembangkan pertanian.

“Kami juga mengoptimalkan edukasi tentang bahaya COVID-19 agar mereka mengetahui penyebaran penyakit yang mematikan itu,” kata Petugas Medis Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Cisimeut, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Iton Rustandi.

Menurutnya, puskesmas setempat terus berupaya mengendalikan pandemi COVID-19 dengan membagikan ribuan masker di permukiman warga dan melakukan penyemprotan disinfektan. Selain itu juga menyiapkan wastafel di sepanjang jalan memasuki pemukiman Baduy.

Tetua Adat Baduy yang juga Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija, mengatakan masyarakat suku Baduy dilarang ke luar daerah, seperti Jakarta, Tangerang, dan Bogor karena itu zona merah penularan COVID-19. Begitu juga warga Baduy yang merantau diminta untuk pulang dan sebelum masuk pemukiman adat terlebih dulu menjalani pengecekan kesehatan di puskesmas setempat.

Masyarakat Baduy yang tinggal di Pegunungan Kendeng dengan luas 5.100 hektar tersebar di 65 perkampungan dan dihuni sekitar 11.600 jiwa. Tetua adat mengapresiasi kebijakan pemerintah daerah yang menerbitkan Peraturan Bupati Nomor 28 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan itu untuk perlindungan diri juga keluarga dan orang lain agar tidak terpapar virus corona.

Meski masyarakat Baduy menolak kehidupan modern, kesehatan dijadikan prioritas sehingga pemerintah desa setempat memberlakukan pengetatan kunjungan wisata sebab penularan COVID-19 sangat berbahaya.

“Kami menjamin pemukiman Baduy terbebas dari penyakit yang mematikan itu, kami juga melakukan penjagaan agar pengunjung yang hendak masuk ke tanah hak ulayat Baduy dilakukan pemeriksaan kesehatan,” ujar Jaro.

Saat ini, pemukiman masyarakat Baduy diperketat untuk pencegahan penularan COVID-19 dan semua pintu masuk ke kawasan tanah hak ulayat adat disediakan wastafel untuk mencuci tangan menggunakan sabun. Selain itu, aparat kepolisian dan TNI serta aparatur desa setempat melakukan penjagaan, tamu maupun wisatawan harus mematuhi aturan adat.

Wisatawan juga wajib menjaga kebersihan dan dilarang membuang sampah sembarangan, terlebih plastik. Pengetatan ini untuk pencegahan sejak dini agar warga Baduy tidak tertular penyakit yang mematikan itu. Para wisatawan juga diwajibkan melengkapi surat keterangan rapid tes antigen. “Kami menolak wisatawan yang melanggar itu,” ucapnya.