Kasus Pembuangan Bayi, APSI dan Akademisi Sayangkan Kejadian Tersebut

Grahanusantara.co.id, Madura – Menanggapi kasus pembuangan bayi di Desa Bangkes Kecamatan Kadur, Pamekasan, Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Jawa Timur dan Akademisi menyayangkan kejadian tersebut, Jum’at (27/11/2020) malam.

Sulaisi Abdurrazaq, S.H.I., M.I.P., Ketua Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia Jawa Timur mengatakan, adanya penemuan bayi di Kecamatan Kadur tersebut tentunya bisa saja karena sengaja dibuang oleh orang tuanya atau bisa karena faktor lainnya. Akan tetapi untuk kasus pembuangan bayi merupakan masalah kemanusiaan.

“Karena bayi atau anak merupakan rezeki dari Tuhan yang harus kita syukuri,” ujarnya Saat On Air di Dinamika Madura Radio Karimata pada Sabtu (28/11/2020) sore.

Menurutnya, kasus ini merupakan tindak pidana dengan ancaman pidana maksimum yang yang terdapat dalam Pasal 305 KUHP tentang menaruh anak di bawah umur tujuh tahun di suatu tempat agar dipungut dengan maksud terbebas dari pemeliharaan anak itu adalah selama lima tahun enam bulan.

“Namun, untuk lebih jelasnya kita serahkan ke rekan kepolisian sebagai pihak yang berwenang terkait dengan pasal yang akan dikenakan pada pelaku karena kami belum menemukan fakta-fakta dalam kasus ini,” tambahnya.

Ia menambahkan, kasus ini merupakan masalah kemanusiaan yang tidak hanya merupakan masalah hukum tetapi juga keagamaan yang harus disosialisasikan di lingkungan keluarga.

Sementara, Mohammad Ali Al Humaidy, S.Ag., M.Si., Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri Madura turut prihatin atas kejadian tersebut.

“Dilihat dari aspek manapun tidak benar, karena anak merupakan rezeki, titipan dan rahmat dari Allah SWT untuk kita juga,” jelasnya.

Menurutnya, salah satu penyebab pembuangan bayi adalah adanya hubungan diluar nikah sehingga penting untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan melalui kebiasaan-kebiasaan di lingkungan keluarga. Sehingga, tidak hanya menyalahkan pelaku tapi diperlukan adanya kontrol sosial.

“Perlu adanya regulasi atau kesepakatan di lingkungan keluarga sebagai langkah preventif untuk menguatkan nilai-nilai agama agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali,” pungkasnya.