Guru Besar UIN Jakarta Pilih Golput di Pilkada 2020, Ini Tanggapan Kemendagri

Grahanusantara.co.id, Jakarta – Guru besar UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra memilih golput jika Pilkada 2020 tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengatakan pilihan itu merupakan hak Azyumardi meski hal itu disayangkan.

“Itu hak individu. Kita melaksanakan pilkada ini memastikan agar hak konstitusi warga ini bisa direalisasikan, hak untuk dipilih dan memilih bisa terlaksana. Kembali, itu hak beliau,” kata Kapuspen Kemendagri Benni Irwan saat dihubungi, Jumat (25/9/2020).

Benni menuturkan mereka yang nantinya golput akan kehilangan kesempatan memilih pemimpin. Dia menyayangkannya.

“Hemat kami, ya, sangat disayangkan seperti itu. Mereka akan kehilangan momentum untuk bisa memilih pemimpin yang baik, pemimpin yang kuat, pemimpin yang legitimate untuk mengatasi persoalan yang saat ini kita hadapi, ya, soal COVID ini. Sangat disayangkan saja,” ujarnya.

Padahal, Benni mengatakan, Pilkada 2020 ini bisa dijadikan momentum untuk memperkuat penanganan COVID-19. Ia mengatakan masyarakat bisa memilih pemimpin yang berkualitas dan kuat, terutama dalam penanganan COVID.

“Kita akan berusaha bersama-sama untuk meyakinkan publik bahwa ini momentum untuk penanganan COVID. Jangan dilihat pilkada ini jangan terpisah dari penanganan COVID. Kita (melaksanakan) pilkada untuk pilih pemimpin yang kuat dan berkualitas dan itu erat kaitan dengan COVID. Pilkada ini dilakukan untuk tangani COVID. Itu semangat yang kita bangun,” tuturnya.

Diketahui, guru besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra, menolak keras Pilkada Serentak 2020. Azyumardi menyatakan dia golput jika pilkada tetap dilaksanakan 9 Desember 2020.

“Saya golput Pilkada 9 Desember 2020 sebagai ungkapan solidaritas kemanusiaan bagi mereka yang wafat disebabkan wabah Corona atau terinfeksi COVID-19,” kata Azyumardi kepada wartawan, Jumat (25/9)

Azyumardi menilai pilkada di tengah pandemi Corona bisa membahayakan masyarakat. Dia khawatir kasus dan angka kematian karena Corona akan meningkat jika pilkada tetap digelar.

“Pilkada di masa pandemi yang terus meningkat sekarang tanpa ada tanda pelandaian juga sangat membahayakan kesehatan pemilih, di tengah kerumunan massa yang bisa meningkatkan jumlah warga terinfeksi dan meninggal dunia. Apalagi saya dan banyak senior citizen/manula lain punya morbiditas tertentu yang rawan dan rentan,” ujar dia.