EPISTEMOLOGI DAN PERTARUNGAN IDEOLOGI BANGSA

“BANGSA” kata bangsa seakan menjadi hal yang paling menarik dibahas, dan isu mengenai bangsa tidak akan berhenti di perbincangkan, namun hal pertama yang perlu kita ketahui bahwa pijakan dan pemikiran akan sangat bersinggungan dengan locus (tempat) social tertentu dari mana asal dan untuk social ke mana gagasan itu di peruntukkan.

Berbicara mengenai bangsa, maka sejarah hidup para pendiri bangsa wajib untuk kita ketahui begitu pun dengan apa yang pernah mereka pikirkan dan polemikkan, karna tidak menutup kemungkinan hal tersebut akan kita pikirkan dan polemikkan ulang, dan sekalipun itu terjadi. Semoga saja di dasari dengan pengulasan pemikiran dengan perspektif tambahan yang sesuai dengan perkembangan zaman, bukan hanya sekedar di ulas di tataran permukaan dengan miskinnya perspektif. 

Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia diwarnai dengan banyaknya peristiwa heroic yang terjadi di berbagai tempat di nusantara yang telah melahirkan aktor dan tokoh-tokoh yang mempunyai andil di dalamnya. Sejarah mencatatat begitu banyak para tokoh bangsa yang kemudian telah memberikan sumbangsi dan buah pemikiran untuk bangsa ini, seperti Ir. Soekarno, Muhammad Hatta, Tan Malaka, K.H Hasyim Ashari, Ki Hadjar Dewantara, Kartini, Dewi Sartika dan banyak lagi.

Perlu di sadari bersama bahwa para pendiri bangsa ini telah lahir dari kualitas  intelektual yang tidak diragukan lagi intelektualitasnya. Ada yang lahir dengan pergelutan pendidikan tradisional, keagamaan, budaya dan ada yang memiliki jiwa yang kuat sampai kepada pendidikan modern, sehingga wajar ketika penulis memberi julukan “FLASH LIGHT”atau sebagai sinar penerang terlihat dari perjuangannya yang berkobar tidak hanya pada masanya bahkan sampai sekarang ini. Namun apa yang mebuatnya pudar?

Berbicara mengenai bangsa tidak hanya sebatas cerita herois medan patriotisme semata, namun ada banyak “nilai”yang perlu diketahui bersama. Salah satu warisan nilai dari Ir.Soekarno beliau adalah seorang pemikir revolusioner yang mampu melihat perkembangan zaman.  Atas perjuangan Bung karno dan founding fathers yang lainnya menghendaki bangsanya memiliki harkat dan martabat yang sejajar dengan bangsa-bangsa berdaulat lainnya. Sehingga saat ini kita bisa merasakan kemerdekaan Indonesia. Bung karno sebagai salah satu dari perumus pancasila yang kemudian dikenal sebagai falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara, memandang pancasila sebagai alat pemersatu semua elemen dan golongan.

Pancasila sebagai dasar dan ideology Negara memberikan tuntutan kearah mana rakyat dan bangsa Indonesia harus dikelola dan di arahkan.   Sehingga apa yang di tertuang dalam Undang-undang dan pancasila bisa di pandang sebagai ‘’AMANAH’’. Sebuah amanah dari para pejuang Indonesia yang harus kita lanjutkan sebagaimana yang akan di pertanggungjawabkan di dunia dan di akhirat nantinya.

Tambahan kepada mahluk beragama bahwa Indonesia bukanlah amanah terakhir. Namun yang kemudian menjadi problem adalah kacamata apakah yang kita gunakan dalam memandang bangsa ini?, teringat dengan tulisan Murtadha Muthahhari “ketika pertarungan terjadi pada tataran epistemology, maka bisa dipastikan manusia masih aman-aman, namun ketika pertarungan sudah sampai pada tataran ideology maka akan banyak memakan korban. Yang menjadi pertanyaan kemudian mengapa mesti terjadi perbedaan ideology?. Mengapa setiap penganut ideology siap bertarung, membela dan mempertahankan ideologinya? Apakah ideology yang di anut sudah berpangkal pada epistemology yang benar ?

Jangan sampai bangsa Indonesia memalingkan diri dari nilai-nilai ke Indonesiaan. Mengingat bangsa Indonesia kini mengahadapi era globalisasi dimana nilai-nilai bangsa asing berupa neoliberalisme dan kapitalisme sangat mudah mempengaruhi tataran social. Kedua idelogi tersebut membawa virus individualism, hedonism, materialisme, radikalisme dan lain-lain yang bertentangan dengan nilai-nilai pancasila, sehingga amanah undang-undang dan pancasila tidak berjalan sesuai dengan yang di harapkan dari para pendiri bangsa.

“Jangan mau jadi pengecut, hidup sekali harus berarti. Ada yang berubah, ada yang bertahan. Karena zaman tak bisa dilawan. Yang pasti, kepercayaan harus di perjuangkan”/chairil anwar,,.

Sebuah bait puisi di atas dapat kita maknai bahwa, ibarat sebuah perjalanan, generasi muda hari ini menanggung jalan yang masih panjang. Berliku, berkelok, penuh onak dan duri, mengalami intrik cobaan, dan lain-lain. Sebuah perjalanan, mesti mengambil jeda, untuk menghilangkan dahaga dan menegakkan punggung yang kehilangan tenaga. Bagi kita generasi muda, perjalanan belum selesai. Banyak hal yang harus di perjuangkan dan di selesaikan demi bangsa ini, namun perlu untuk meresapi sejenak perjalanan selama ini dengan duduk ditengah orang tua, demi mendengarkan nasehat dan meminta kembali doa mereka. Jiwa harus kita kobarkan untuk kemajuan bangsa Indonesia.

“Bangsa Yang Besar Adalah Bangsa Yang Menghargai Jasa Pahlawannya”