Civil Contemporary : Peleburan Budaya Asing Terhadap Budaya Lokal”

Oleh : dr. L.M. Yakdatamare Yakub, S.Ked

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” [QS. Al-Qamar-17].

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling   mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti” [QS. Al-Hujurat -13].

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” [QS. Al-Baqarah-30].

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” [QS. AZ-Zariyat-56].

Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan di dunia sebagai Khalifah. Manusia lahir, hidup dan berkembang di dunia, sehingga disebut juga makhluk duniawi. Sebagai makhluk duniawi sudah barang tentu bergulat dan bergumul dengan dunia, terhadap segala segi, masalah dan tantangannya, dengan menggunakan budi dan dayanya serta menggunakan segala kemampuannya baik yang bersifat cipta, rasa, maupun karsa. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan manusia dengan dunia tidaklah selalu diwujudkan dalam sikap pasif, pasrah, dan menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya. Tetapi justru harus diwujudkan dalam sikap aktif, memanfaatkan lingkungannya untuk kepentingan hidup dan kehidupannya. Dari hubungan yang bersifat aktif itu maka tumbulah kebudayaan.

Terkait dengan ruang lingkup kebudayaan sangat luas mencakup segala aspek kehidupan (hidup ruhaniah) dan penghidupan (hidup jasmaniah) manusia. Bertolak dari manusia, khususnya jiwa, terkhusus lagi pikir dan rasa, Sidi Gazalba merumuskan kebudayaan dipandang dari aspek ruhaniah, yang menjadi hakikat manusia adalah “cara berpikir dan merasa, menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia yang membentuk masyarakat, dalam suatu ruang dan suatu waktu”.

Di era disrupsi seperti saat ini, dimana segala informasi sangat mudah untuk di akses, sehingga pekerjaan yang dahulu begitu sukar untuk diselesaikan justru saat ini menjadi lebih enteng, sehingga dalam proses berjalannya kehidupan yang berbudaya, tentu saja akan lebih mudah untuk terjadi asimilasi maupun akulturasi dari kebudayaan tertentu.Akibat dari hal tersebut akan mempengaruhi hubungan antar relasi dan interaksi sosial yang akan menentukan struktur darisebuah kontruksi sosial dalam masyarakat.

Definisi

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.

Pada tahun 1952, A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn dalam bukunya “Culture : A Critical Review of Concepts and Definitions“ telah berhasil mengidentifikasi dan menginventarisasi 179 batasan konsep kebudayaan dalam upayanya merumuskan kembali konsep kebudayaan secara lebih sistematik. Dalam buku tersebut antara lain dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan kebudayaan adalah keseluruhan pola-pola tingkah laku dan tingkah laku berpola yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk perwujudannya dalam benda-benda material.

J.J. Honigman, seorang pakar seni dan budaya tahun 1954, membedakan fenomena kebudayaan atau wujud kebudayaan, yang terdiri dari (1) sistem budaya yang mencakup sistem nilai, gagasan, dan norma, (2) sistem sosial yang terdiri dari kompleks aktivitas dan tindakan berpola, dan (3) artefak atau kebudayaan fisik.

Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia karena telah menjadi suatu kebiasaan dan mengakar kuat yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi lain. Ketika seseorang berusaha berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu telah mempengaruhi dan bahkan melunturkan suatu kebudayaan lain. Hal tersebut di kenal dengan sebutan asimilasi dan akulturasi.

Asimilasi (assimilation) dapat didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama.

Dalam   pengertian   yang   berbeda,   khususnya   berkaitan   dengan interaksi antar kebudayaan, asimilasi diartikan sebagai proses sosial yang timbul bila ada: (1) kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya, (2) individu-individu sebagai anggota kelompok yang saling bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu yang relatif lama, (3) kebudayaan dari kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri. Biasanya golongan-golongan yang dimaksud dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas.

Dalam hal ini, golongan minoritas merubah sifat khas dari unsur kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan golongan mayoritas sedemikian rupa sehingga lambat laun kehilangan kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan identitas etnik dan kecenderungan asimilasi dapat terjadi jika ada interaksi antarkelompok yang berbeda, dan jika ada kesadaran masing-masing kelompok.

Akulturasi dapat didefinisikan sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Maka output dari terjadinya peleburan budaya melalui proses asimilasi maupun akulturasi menyebabkan terbentuknya hal baru, mulai dari sisi peleburan kebiasaan, peleburan kepercayaan (sinkretisme), peleburan aristektur, bahkan peleburan bahasa sehingga menciptakan suatu kebudayaan yang baru yang bisa saja memiliki nilai positif maupun negatif dibaliknya.

Perkembangan budaya Asing di Indonesia

Kebudayaan indonesia telah mengalami akulturasi dengan berbagai kebudayaan asing di dunia sebagai akibat dari adanya globalisasi. Indonesia menjadi sasaran negara asing karena secara geostrategis Indonesia berada pada jalur pusat perdagangan internasional. India dan Cina, memberi pengaruh besar kebudayaan pribumi, yang awalnya mereka datang ke indonesia hanya untuk berdagang, tetapi pada akhirnya meninggalkan suatu kebudayaan baru di Indonesia.  Dengan terjadinya pencampuran antara dua budaya tersebut maka akan terjadi pengembangan kebudayaan asli setempat dan bahkan menghasilkan suatu kebudayaan baru.

Masuknya budaya-budaya asing ke Indonesia mengakibatkan tergerogotinya semangat nasionalisme. Pengaruh tersebut ada yang berdampak positif ataupun berdampak negatif yang akhirnya sangat berpengaruh terhadap perubahan kebudayaan bangsa Indonesia. Perubahan mungkin saja terjadi karena ada faktor baru yang lebih memuaskan sebagai pengganti faktor lama untuk menyesuaikan faktor-faktor lain yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu. Dengan demikian, masuknya budaya asing dapat mengakibatkan perubahan kebudayaan bangsa Indonesia jika hal itu lebih memuaskan. Akhirnya kebudayaan itu menggerogoti semangat nasionalisme bangsa Indonesia.

Dampak Masuknya Budaya Asing ke Indonesia

Masuknya budaya asing ke indonesia disebabkan salah satunya karena adanya krisis globalisasi yang meracuni indonesia. Pengaruh tersebut berjalan sangat cepat dan menyangkut berbagai bidang kehidupan. Tentu saja pengaruh tersebut akan menghasilkan dampak yang sangat luas pada sistem kebudayaan masyarakat. Adanya penyerapan unsur budaya luar yang di lakukan secara cepat dan tidak melalui suatu proses internalisasi yang mendalam dapat menyebabkan terjadinya ketimpangan antara wujud yang di tampilkan dan nilai-nilai yang menjadi landasannya. Teknologi yang berkembang pada era globasisasi ini mempengaruhi karakter sosial dan budaya dari lingkungan sosial . Menurut Soerjono Soekanto  (1990) masuknya budaya asing ke indonesia mempunyai pengaruh yang sangat peka serta memiliki dampak  positif dan negatif.

Dampak Positif

Modernisasi yang terjadi di Indonesia yaitu pembangunan yang terus berkembang di Indonesia dapat merubah perekonomian indonesia dan mencapai tatanan kehidupan bermasyarakat yang adil, maju, dan makmur. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dampak Negatif

Budaya yang masuk ke Indonesia seperti cara berpakaian, etika, pergaulan dan yang lainnya sering menimbulkan berbagai masalah sosial diantaranya;  kesenjangan sosial ekonomi, kerusakan lingkungan hidup, kriminalitas, kenakalan remaja, bahkan keyakinan.

Upaya Mengatasi Dampak Negatif Budaya Asing

Paul S.N. (Lee 1991 dalam Goonasekera et al. 1996: 98-99) menemukan adanya empat cara budaya lokal dalam merespons budaya asing yang dibawa globalisasi. Pertama, parrot pattern; merupakan pola penyerapan secara menyeluruh budaya asing dalam bentuk dan isinya, seperti halnya burung kakatua (parrot) yang meniru secara total suara manusia tanpa memedulikan arti atau maknanya. Kedua, amoeba pattern; merupakan pola penyerapan budaya asing dengan mempertahankan isinya tapi mengubah bentuknya, sama halnya dengan amoeba yang muncul dalam bentuk berbeda beda tapi substansinya tetap sama. Contohnya, program televisi dari asing yang dibawakan pembawa acara lokal sehingga tak mengesankan program impor. Ketiga, coral pattern; merupakan pola penyerapan budaya asing dengan mempertahankan bentuknya tapi mengubah isinya, sesuai dengan karakter batu karang (coral). Contohnya, lagu yang dimainkan dengan melodi dari asing tapi liriknya menggunakan bahasa lokal. Keempat, butterfly pattern; merupakan pola penyerapan budaya asing secara total sehingga menjadi tak terlihat perbedaan budaya asing dengan budaya lokal. Seperti halnya metamorfosis kupukupu (butterfly) yang membutuhkan waktu lama, pola ini juga membutuhkan waktu lama.

Budaya lokal perlu memperkuat daya tahannya dalam menghadapi globalisasi budaya asing. Ketidakberdayaan dalam menghadapinya sama saja dengan membiarkan pelenyapan atas sumber identitas lokal yang diawali dengan krisis identitas lokal. Memang, globalisasi harus disikapi dengan bijaksana sebagai hasil positif dari moderenisasi yang mendorong masyarakat pada kemajuan. Namun, para pelaku budaya lokal tidak boleh lengah dan terlena karena era keterbukaan dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan merusak budaya bangsa.

Untuk mengatasi permasalahan dan terkikisnya rasa nasionalisme generasi bangsa oleh akibat dari perkembangan teknologi yang sangat pesat dan masuknya budaya-budaya barat maka perlu adanya upaya maksimal yang harus dilakukan oleh berbagai elemen bangsa. Salah satunya dengan menanamkan nilai-nilai nasionalisme melalui pembelajaran budaya lokal sebagai salah satu langkah antisipasi masuknya budaya barat yang berakibat rusaknya budaya lokal dan berakibat hilangnya kecintaan terhadap budaya bangsa terutama budaya lokal, yang berakibat hilangnya nilai-nilai nasionalisme generasi bangsa Indonesia.

Untuk mengatasi pengaruh kebudayaan asing terhadap kebudayaan Indonesia, khususnya untuk membentengi kalangan remaja dari pengaruh negatif  dan untuk melestarikan kebudayaan indonesia diperlukan keterlibatan semua pihak terutama pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat seperti, para ulama budayawan serta keterlibatan orang tua di rumah. Semua pihak tidak bisa bekerja sendiri. Tetapi harus saling bekerja sama untuk mempertahankan dan melestarikan suatu kebudayaan indonesia yang menjadi identitas dan jati diri bangsa indonesia.

SIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa masuknya kebudayaan asing ke indonesia sebagai akibat dari globalisasi memberikan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Masuknya budaya asing dengan mudah melalui media teknologi dan informasi yang semakin canggih ini menjadikan bangsa Indonesia menyerap budaya tersebut harus dengan memfiltrasinya terlebih dahulu. Bangsa Indonesia cenderung mencintai budaya asing hingga muncullah pemudaran jiwa nasionalismenya.  Menerima budaya asing itu diperbolehkan, tetapi jadikan hal yang baik sebagai acuan yang dijadikan inovasi untuk kemajuan bangsa Indonesia dan tinggalkan hal yang memungkinkan berdampak pada menghilangnya kebudayaan Indonesia yang sudah lama ada dan menjadi warna bangsa Indonesia.

Takperlu dipungkiri diera disrupsi seperti ini sekat antara dunia asing dan lokal bahkan tidak dapat dibedakan lagi, segala informasi dan akses lebih mudah terjangkau, sehingga tidak menuntut kemungkinan terjadinya asimilasi dan akulturasi budaya dengan sangat cepat dan pesat. Lantas dalam mempersiapkan hal-hal tersebut dan dalam mencegah dampak negatif yang ditimbulkan dari hal tersebut maka diperlukannya kerjasama antara berbagai stakeholder terkait dalam mengelola dan mempersiapkan lonjakan masuknya budaya baru.

Komentar