Peternak Unggas di Indonesia Merugi di Masa Pandemi Covid-19

Grahanusantara.co.id, Jakarta – Menurunya daya beli masyarakat terhadap ayam dan telur, serta melambungnya harga pakan ternak membuat peternak unggas di Indonesia merugi di masa pandemi covid-19 ini. Para peternak unggas pun mendesak pemerintah untuk segera menetapkan standar harga pakan ternak, agar peternak rakyat tidak terus merugi.

Peternak ayam di sentra peternakan Desa Srikayangan, Sentolo, Kulon Progo, Yogyakarta mengeluhkan harga pakan ternak yang meninggi. Harga konsentrat yang tadinya 370 ribu per sak, kini naik menjadi 440 ribu per sak.

Selain itu, harga jagung yang juga menjadi campuran pakan ayam juga naik, dari harga 4 ribu per kilogram (kg) menjadi 6 ribu per kg. Naiknya harga pangan ternak tidak diimbangi dengan harga telur ayam yang menurun.

Untuk saat ini, harga telur ayam di pasaran mencapai Rp15 ribu per kg. Hal ini menyebabkan peternak berada di bawah kondisi break even point atau kondisi di mana pendapatan dengan modal yang dikeluarkan berada di angka yang sama yaitu Rp18 ribu per kg.

Peternak ayam petelur, Sardi mengaku, berada di kondisi seperti ini membuat dirinya sulit untuk beternak. Sebab untuk menutup biaya operasial sehari-hari pun sulit karena pendapatan yang minim.

Nutupnya dari mana ya nanti kalau ada sisa tabungan ya tabungan ya itu nutup. Kalau engga ada, ya nanti kira-kira ayam yang tidak bertelur ya dijual,” kata Sardi dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia di Metro TV, Selasa, 14 September 2021.

Untuk itu, Persatuan Peternak Unggas Indonesia meminta pemerintah melakukan intevensi terhadap menurunnya harga ayam dan telur ayam di pasaran. Selain itu, mereka meminta  pemerintah untuk menetapkan standar harga pakan ternak agar peternak tidak terus merugi.

Sementara itu, Sekjen Presidium DPP PPUI, Ashwin Pulungan mengatakan pemerintah tidak menerapkan peraturan yang ada dengan baik. Serta, kurangnya pengawasan pemerintah terhadap peraturan yang dijalani saat ini membuat harga ayam dan telur di pasaran menjadi kacau.

Sebab, menurut Kementerian perdagangan, harga Live Birth (LB/ayam hidup) berada di angka 19 ribu per kg dan harga Day Old Chicken (DOC) seharga 5 ribu per ekor. Namun, LB sempat menyentuh harga dibawah 10 ribu per kg dan harga DOC naik menjadi 6,5 ribu. Karena hal ini lah diperlukannya regulasi yang lebih tegas.

“Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009, Juncto UU Nomor 41 Tahun 2014 itu harus diganti total. Kalau tidak bisa diganti total karena melibatkan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), pemerintah harus menerbitkan Perpres atau Keppres. Dimana di dalam Pepres atau Keppres itu ada Pasal Segmentasi Pasar,” kata Ashwin.

Selama pandemi covid-19, populasi ayam menurun hingga 30-40 persen. Dari populasi unggas nasional yang menyentuh angka 70 juta ekor per minggu, kini menjadi 40-50 juta ekor per minggu. Menurunnya daya beli masyarakat menjadi salah satu faktor menurunnya populasi unggas di masa pandemi covid-19 ini.