Barus dalam Percaturan Perdagangan Internasional

Grahanusantara.co.id, Tapanuli Tengah – Barus sudah dikenal oleh dunia internasi­onal timur dan barat sejak abad ke 7 M, yaitu sebagai Bandar pelabuhan ekspor komoditi pasar dunia seperti kapur barus, kemenyan, damar, rotan, lada dan hasil hutan lainnya. Menurut satu informasi dari seorang peda­gang Cina Barus menjual kapur Barus yang paling tinggi mutu dan sifatnya yang murni. Orang-orang Mesir zaman Fir’aun sudah ra­mai datang ke Barus, untuk membeli kemen­yan putih dan kapur barus untuk keperluan sarana ketika orang meninggal termasuk un­tuk mengawetkannya guna menjadi mumie di Afrika pada umumnya.

Dalam sejarahnya yang panjang, Barus sebagai kota dagang internasional, pernah menjadi kota dagang Timur dan Barat. Hal ini terkait erat dengan sumber daya alam atau sumber bumi yang dimiliki wilayah ini. Kapur Barus adalah hasil bumi yang cukup terkenal di dunia internasional, dan konon khabarnya factor ini pula yang menjuluki kawasan ini dengan namanya “Barus”.

Kapur Barus telah menjadi komoditi an­dal dalam sejarah perekonomian Barus. Ko­moditi ini sejak berabad dan malah berpuluh abad lalu telah menjadi yang penting bagi dan sebagai kebutuhan manusia untuk timur dan barat. Di kawasan Timur Tengah misalnya Me­sir, menjadikan kapur Barus sebagai benda pengawet mayat atau mumie.

Berabad-abad lalu orang Mesir Kuno mencari kapur Barus untuk mengawetkan mayat-mayat orang ter­nama seperti mayat/mumi Fir’oun yang sam­pai sekarang masih dapat kita saksikan yang ditempatkan di dalam satu mesium di Cairo, yaitu di Ramshe Musium. Mumi Fir’oun diaw­etkan adalah dengan kapur Barus.

Berkaitan perdagangan Barus dengan Timur Tengah umumnya, dan dengan Persia khususnya sudah berlangsung sejak zaman Kuno, yaitu sebelum zaman Lobu Tua,7 Kema harajaan Sassanid telah melakukan komuni­kasi dagang dengan Barus sejak abad ke-4 M, terutama untuk komoditi kamper, karena ter­masuk dalam daftar obat-obatan peradaban Sassaid. Begitu juga dengan pasukan Arab-Is­lam sejak abad ke-6 M menemukan tempayan yang berisi kamper ketika merebut istana ibu kota Ctesiphon. Semua kamper ini terkuak informasi dari tulisannya Abu Salih al-Armi­ni, yang mengatakan bahwa di Fansur-Barus tempat asalnya kemper.

Kemudian temuan arkelogis dari Lobu Tua yang berasal dari Timur dekat, arte­pak-artepak yang paling kuno dikatakan be­rasal dari Teluk Persia. Di samping itu teks Ajaib al-Hindi, yang terbit sekitar tahun 1.000 M telah mencatat sejumlah pelayaran dari teluk Persia menuju Barus/Fansur. Di teluk Persia terdapat jaringan Siraf, adalah titik to­lak jalur Maritim menuju Timur Tengah, ter­masuk ke Barus.

Ketika itu Siraf adalah satu pelabuhan yang utama dalam imfor kemper yang tidak lain berasal dari Barus. Abad 11 M, kemper merupakan komoditi perdagangan handal terutama bagi pedagang Muslim untuk Timur Tengah. Ibn Hawqal dalam kitabnya Kitab Surat al-Ard, menggambarkan Siraf se­bagai tempat/pelabuhan yang kaya dari bah­an yang diinfor melalui laut, misalnya gaharu, amber dan kemper. Hubungan Barus dengan Cina juga memi­liki bukti arkeologis yang ditemukan di Lobu Tua.

Di sana ditemukan keramik hasil infor dari Cina konon khabarnya menapai 2,5 abad masa infornya, karena begitulah banyak kera­mik yang tersimpan di sana. Tidak hanya itu, di Barus ditemukan sekelompok Cina pada masa Lobu Tua, yang dianggap sebagai ped­agang Keramik dan bermakna bahwa Barus- Cina memiliki hubungan dalam perdagangan pada masa klasik hingga abad ke-8 M, walau­pun perdagangannya tidak langsung, tetapi melalui perantara yang memasok keramik ke Barus, dan sebaliknya yang menginfor kemper ke Cina.