Nasehat Luar Biasa dari KH. Abdullah Syukri Zarkasyi

Grahanusantara.co.id, Ponorogo – Dikutip dari laman Gontornews, Pemateri Halaqah Teladan (Kajian pekanan khusus yang diadakan oleh Alumni Gontor Angkatan 2009 wilayah Ponorogo) kali ini adalah calon Doktor UIN Malang, Gus Zulfahmi Syukri Zarkasyi.

Pada kesempatan kali ini, Gus Zul (panggilan akrab Zulfahmi Syukri Zarkasyi), akan berbagi nasehat-nasehat KH Abdullah Syukri Zarkasyi sebagai Sang Ayah kepada Anaknya.

Ia menceritakan bahwa Ayahanda KH Abdullah Syukri Zarkasyi sering sekali menegaskan perlunya memiliki tujuan hidup niat dan aqidah yang tepat(نية وعقيدة).

“Bahkan beliau, Ayahanda KH Abdullah Syukri Zarkasyi pernah merobek 5 ijazah Ustadz pengabdian (Santri yang sudah lulus Pondok Gontor kemudia diberi amanah mengabdikan ilmunya untuk pondok), dikarenakan ragu menjawab pertanyaan beliau yaitu “Setelah pengabdian (Maksudnya setelah keluar dari pondok Gontor selesai mengabdi), akan melakukan apa di luar nanti?” Dalam hal ini, ia melihat dengan mata kepala sendiri menjadi saksi kejadian tersebut terang Gus Zul dalam kajian rutin pekanan Senin (23/9).

Selain itu, dalam kesempatan ‘Halaqah Teladan’ ke-4 ini, Gus Zul menyampaikan nasehat-nasehat ayahnya yang itu mungkin kita, santri beliau tidak banyak mendengarnya, kecuali orang-orang terdekat beliau saja. Di antaranya, kurang lebih adalah: “Kalau mau keluar dari Pondok Gontor, siapkan imanmu, ilmumu, dan akhlakmu agar bisa mewarnai lingkunganmu. Jika tidak, maka kamu akan ‘shock culture’ dan terpengaruh dunia luar dari aspek buruknya.” Tambah putra Bungsu Kyai Syukri.

Kiai Syukri sering mengingatkan bahwa tidak semua alumni pesantren dapat dan terjamin menjadi orang baik (sholeh). Kesalehan alumni sangat tergantung pada pribadi dan kekuatan karakternya. Oleh karena itu, bagi yang tidak siap keluar dari pesantren, ya lanjutkan saja “nyantrinya”, S1, S2, S3 bahkan sampai kader pejuang di Pondok.

Menurut beliau, “Gelar tidaklah mengangkat status sosial kita. Tapi lebih kepada untuk menumbuhkan motivasi bagi anak kita. Kalau bapak saja S3, maka saya sebagai anak harus bisa sampai profesor.” Pungkasnya.

Selain itu, menurut beliau, “Gelar itu bukan ‘untuk jadi apa?’, tapi agar ‘bisa berbuat apa?’ dan ‘bisa bermanfaat bagi apa dan siapa?’. Karena gelar tidak terkait dengan posisi apapun, jika nantinya kita tidak bermanfaat bagi sesama”. Begitu refleksi Gus Zul atas nasehat ayahnya dan konsultasinya dengan dosen profesornya di Malang.

Beliau, Kiai Syukri (sebagaimana orang sering memanggil) selalu menegaskan untuk bersikap optimis dan mesti memiliki 5 daya. Yaitu Daya Dorong, Daya Tahan, Daya Juang, Daya Suai, dan Daya Pikir.

Sebagai contoh, untuk membuktikan betapa tinggi jiwa optimis dan daya dorong beliau. Pernah suatu saat beliau ditanya “Ustadz sakit apa?” Dijawab: “Saya tidak sakit, yang sakit adalah kamu”, tegas Kyai Syukri kepada anaknya, papar Gus Zul sambil melanjutkan kajiannya.

Selain itu, beliau berpesan kepada Gus Zul: “Kita harus selalu optimis. Kalau saya tidak optimis, maka tidak akan ada yang namanya pondok cabang; dan saya juga tidak akan pernah mengirim kamu ke pondok cabang (Kendari).”

Kyai Syukri, dalam keadaan sakit pun, sering berkegiatan hingga larut malam. Beberapa tahun ini, pernah bersalam-salaman menjelang perpulangan hingga pukul 02.30. Saat ditanya; “Apa antum tidak apa-apa jika berkegiatan seperti itu?” Dijawab: “Bagi saya, tidak masalah. Ini untuk santri saya. Dengan ini justru saya mendapatkan obat. Kalaupun sakit, ya biar! Mati ya sudah! Karena, bisa jadi, jika Allah berkehendak, nanti ada santri yang tidak bisa bertemu lagi dan bersalaman lagi dengan saya!”, jelas Kyai Karismatik kepada Anaknya.

Terakhir beliau mengutip ayat yang sangat sering disampaikan oleh Kyai Syukri: إن أحسنتم أحسنتم لأنفسكم. Jika kamu berbuat baik, maka sejatinya kebaikan itu kembalinya kepada dirimu sendiri. Maka teruslah menebar kebaikan! Jadilah teladan dalam berbuat kebaikan!