Waspadai Pencurian Informasi Berkedok Virus Corona

Grahanusantara.co.id – Belakangan ini perhatian publik terfokus kepada munculnya virus corona (COVID 19), hal tersebut dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggungjawab untuk melaksanakan aksi-aksi kejahatan di dunia maya dengan meretas informasi masyarakat. Salah satunya, dengan menyebarkan program berbahaya atau biasa disebut malware dengan metode phishing melalui email.

Berdasarkan informasi yang dikutip dari CISSReC (Communication and Information System Security Research Center), cara penyebaran malware tersebut melalui email phishing dan kasus tersebut sedang gempar di negara Jepang. Pelaku memanfaatkan ketakutan masyarakat dunia terhadap wabah virus corona yang timbul di Wuhan (Cina) pada saat ini.

“Para pelaku  mengetahui sekali kebiasaan calon korban yang akan mengunduh serta membuka dokumen jika ada email masuk. Sebab judul email pelaku berisi imbauan cara mencegah wabah virus corona, sehingga para korban sangat tertarik untuk membukanya,”  jelas Chairman CISSReC, ujar Pratama dalam keterangan tertulis (30/05).

“Metode ini jelas lebih efisien dibandingkan email phishing berisi iming-iming hadiah,” sambung Pratama.

Pratama menjelaskan, email berisi malware tersebut umumnya berisikan dokumen dalam bentuk word ataupun pdf. Nantinya, calon korban dimohon membuka serta mengunduh dokumen yang didalamnya sudah berisikan malware. Bila malware dalam dokumen tersebut masuk ke dalam sistem komputer atau smartphone yang kita miliki, hak akses pada perangkat korban tersebut dapat diambil alih oleh pelaku.

Pratama juga mengingatkan, upaya peretasan yang menumpang pada isu wabah novel coronavirus (COVID 19) ini sangat beresiko. Melihat pemberitaan yang terus-menerus oleh media terkait virus tersebut, sangat memungkinkan penerima email phishing hendak mengunduh serta membuka dokumen yang dikirimkan.

“Upaya phishing yang terjalin di Jepang ini sangat tersusun rapih. Sebab mengenali posisi korban. Jadi pelaku membagikan uraian kalau wabah virus corona telah masuk ke wilayah tertentu di Jepang yang pula kota tempat tinggal calon korban. Pada kesimpulannya di tengah kepanikan, korban hendak membuka, mengunduh, apalagi menyebarkan lagi link ataupun dokumen berisi malware ke koleganya,” kata Pratama.

Oleh sebab itu, Pratama mengimbau warga lebih cermat dalam memeriksa siapa pengirim email yang mereka terima. Para pelaku peretasan umumnya menyembunyikan diri seakan-akan seperti lembaga formal, tetapi pengguna bisa mencocokkan alamat email tersebut dengan email asli lembaga terpaut di website resmi mereka.

“Sangat berarti jangan hingga mengunduh serta membuka dokumen. Itu merupakan jalur masuk malware ke smartphone serta komputer kita. Sekali masuk, malware dapat mengambil username serta password akun-akun kita,” jelasnya.

Untuk meminimalisir tindak kejahatan tersebut sebagai pengguna perangkat teknologi harus meng-update antivirus mereka ke tipe terbaru. Dengan pembaharuan tersebut, diharapkan fitur antivirus yang kita miliki mempunyai sistem keamanan terbaru untuk menangkal peretasan.

Pratama menggarisbawahi, kalau email palsu ini tidak hanya beresiko, tetapi membawa pesan hoak yang hendak membuat warga tambah panik.

“Baiknya aparat Cybercrime Polri, BSSN, Deputi Siber BIN dan Kemenkominfo bisa berkolaborasi mencegah aksi serupa hadir di Tanah Air.” Tutup Pratama

Penulis: Ibrahim Bali Pamungkas, S.T., M.M