Cuit SBY Terkait Hukum Bisa Dibeli, Tapi Tidak dengan Keadilan

Grahanusantara.co.id, Jakarta – Susilo Bambang Yudhoyono Presiden ke 6 RI sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, menyinggung soal keadilan. SBY bicara hal tersebut di tengah tindakan Moeldoko yang menggandeng Yusril Ihza Mahendra untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA).

Dalam Twitternya, SBY mengatakan, uang bisa membeli banyak hal. Tapi menurut SBY, uang tak bisa membeli segalanya.

“Money can buy many things, but not everything. Mungkin hukum bisa dibeli, tapi tidak untuk keadilan,” kata SBY dikutip dari akun Twitternya @SBYudhoyono, dikutip dari merdeka.com, Senin (27/9).

SBY percaya, para penegak hukum di Indonesia masih memiliki integritas yang kuat. Presiden keenam RI ini mengingatkan, para penegak hukum harus berjuang demi keadilan semua orang.

“Sungguhpun saya masih percaya pada integritas para penegak hukum, berjuanglah agar hukum tidak berjarak dengan keadilan”, katanya.

Money can buy many things, but not everything. Mungkin hukum bisa dibeli, tapi tidak untuk keadilan. Sungguhpun saya masih percaya pada integritas para penegak hukum, berjuanglah agar hukum tidak berjarak dengan keadilan.

Seperti diketahui, Yusril pimpin gugatan kubu Moeldoko terhadap keputusan Menkum HAM yang mengesahkan kepengurusan dan AD/ART DPP Demokrat yang disahkan tanggal 18 Mei 2020.

Menurutnya, AD/ART parpol baru dinyatakan sah dan belaku setelah disahkan Menkum HAM, maka Termohon dalam perkara pengujian AD/ART Partai Demokrat Menteri Hukum dan HAM.

“Langkah menguji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Keduanya mendalilkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk menguji AD/ART Parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik. Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya?,” kata Yusril.

Yusril menyebut, Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai, tidak berwenang menguji AD/ART. Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan Mahkamah Partai. Selain itu, kata dia, PTUN juga tidak berwenang mengadili karena kewenangannya hanya untuk mengadili sengketa atas putusan tata usaha negara.

“Karena itu saya menyusun argumen yang Insya Allah cukup meyakinkan dan dikuatkan dengan pendapat para ahli antara lain Dr Hamid Awaludin, Prof Dr Abdul Gani Abdullah dan Dr Fahry Bachmid. Bahwa harus ada lembaga yang berwenang menguji AD/ART untuk memastikan apakah prosedur pembentukannya dan materi muatannya sesuai dengan undang-undang atau tidak. Sebab penyusunan AD/ART tidaklah sembarangan karena dia dibentuk atas dasar perintah dan pendelegasian wewenang yang diberikan oleh undang-undang,” terangnya.

Yusril mengatakan bahwa kedudukan Parpol sangat mendasar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara. Ada 6 (enam) kali kata partai politik disebutkan di dalam UUD 1945. Begitu partai politik didirikan dan disahkan atau tidak bisa dibubarkan oleh siapapun, termasuk Presiden. Partai politik hanya bisa dibubarkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi.

“Mengingat peran partai yang begitu besar dalam kehidupan demokrasi dan penyelenggaraan negara, bisakah sebuah partai sesuka hatinya membuat AD/ART? Apakah kita harus membiarkan sebuah partai bercorak oligarkis dan monolitik, bahkan cenderung diktator. Padahal partai adalah instrumen penting dalam penyelenggaraan negara dan demokrasi? Jangan pula dilupakan bahwa partai-partai yang punya wakil di DPR RI itu juga mendapat bantuan keuangan yang berasal dari APBN yang berarti dibiayai dengan uang rakyat,” katanya.

Yusril berpendapat jangan ada partai yang dibentuk dan dikelola ‘suka-suka’ oleh para pendiri atau tokoh-tokoh penting di dalamnya. Yang kemudian dilegitimasi oleh AD/ART yang ternyata bertentangan dengan undang-undang dan UUD 1945. Untuk itu, dia meminta Mahkamah Agung harus melakukan terobosan hukum untuk memeriksa, mengadili apakah AD/ART Partai Demokrat Tahun 2020 bertentangan dengan undang-undang atau tidak.

Tonton videonya di Channel YouTube Graha Nusantara pada link dibawah ini: