Langgar Kode Etik dan Dinilai Lalai dalam Bekerja, ISPI Laporkan 6 Pejabat OJK Ke Ombudsman

JAKARTA,- Direktur Utama Indonesian Of Social Political Institute (ISPI, Deni Iskandar menilai, kinerja pengawasan keuangan negara yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di sektor swasta dan pemerintahan sangat layak dipertanyakan oleh publik. Apalagi saat ini, penanganan kasus korupsi Jiwasraya oleh Kejaksaan Agung telah menyeret salah satu nama dari kalangan pejabat OJK sebagai tersangka.

“Sejak awal, kinerja pejabat OJK dalam melakukan pengawasan terhadap Jiwasraya yang saat ini jadi skandal korupsi itu sudah bermasalah. Karena pada tahun 2017 lalu, OJK sudah menerima laporan keuangan Jiwasraya dan itu bermasalah secara finansial dan management internal, lalu kenapa itu tidak dikaji oleh OJK. Padahal, jika mengacu pada UU No 21 Tahun 2011 itu harusnya ditangani, inikan tidak. Ketika terjadi korupsi di Jiwasraya, itu dampak dari tidak adanya pengawasan yang serius dari OJK,” kata Deni, Kamis (06/08) dalam Press Rilisnya.

Oleh karenanya, dalam menyikapi hal tersebut, Indonesian Of Social Political Institute (ISPI) tambah Deni, telah melaporkan semua oknum-oknum pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Ombudsman, yang diduga telah melakukan pembiaran atas adanya permasalahan finansial dan management internal, pada perusahaan asuransi Jiwasraya milik Kementerian BUMN itu, sebelum terjadinya skandal korupsi.

“ISPI sudah melaporkan para pejabat OJK yang diduga melanggar kode etik dan penyalahgunaan wewenang itu ke Ombudsman, dan hari ini kami menunggu komitmen Ombusman, apakah berani atau tidak melakukan penyidikan ke OJK. Mereka bilangnya akan melakukan pemeriksaan selama 14 hari, kemudian nanti akan melaporkan hasilnya kepada kami. Jadi, kami saat ini menunggu, semoga saja Ombudsman ini berani melakukan penyidikan.” Kata Deni.

Informasi, enam pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dilaporkan ISPI ke Ombudsman tersebut, diantaranya yaitu, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, Ketua Komite Etik, Nurhaida, Kepala Eksekutif Pasar Modal, Hoesen, Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non Bank, Riswinandi, Ketua Dewan Audit, Ahmad Hidayat dan Anggota Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara.

Mengacu pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 disebutkan bahwa, “Tujuan dibentuknya OJK agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan bisa terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampuh mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan mampuh melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat,”.

Seperti diketahui, kasus korupsi Jiwasraya ini merugikan negara sebesar Rp. 16,81 Triliun. Saat ini, dalam penanganan kasus korupsi Jiwasraya tersebut, Kejaksaan Agung menetapkan satu pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bernama Fakhir Hilmi sebagai tersangka, sementara nama Nurhaida saat ini masih ditetapkan sebagai sanksi.

Fakhir Hilmi diangkat menjadi Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK pada 2017 sampai sekarang. Berdasarkan keterangan Kejaksaam Agung, kasus yang melibatkan Fakhri Hilmi bermula pada tahun 2014-2017, ketika Ia masih menjabat sebagai Departemen Pengawasan Pasar Modal II A. Saat itu, Jiwasraya berinvestasi melalui 13 manajer investasi.