Hati-hati Dollar AS Menguat Kembali di Pekan Ini

Grahanusantara.co.id, Jakarta – Rupiah sepanjang pekan lalu (2-6 Agustus) membukukan penguatan 0,76% melawan dolar AS ke Rp 14.350/US$. Dalam 5 hari perdagangan, rupiah sukses menguat selama 3 hari beruntun sejak awal pekan.

Mata Uang Garuda juga sukses membukukan penguatan 3 pekan beruntun, bahkan sempat menyentuh level Rp 14.300/US$ yang merupakan level terkuat sejak 16 Juni lalu.

Aliran modal yang masuk ke dalam negeri menjadi penopang rupiah. Sejak bank sentral AS (The Fed) mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (29/8/2021) dini hari waktu Indonesia, aliran modal deras masuk ke pasar obligasi. Sebabnya, The Fed memberikan indikasi tapering tidak akan dilakukan di tahun ini.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan sejak Kamis (29/8/2021) hingga Kamis pekan lalu di pasar obligasi aliran modal asing tercatat masuk sekitar Rp 12,34 triliun.

Hal tersebut terlihat dari kepemilikan asing yang naik menjadi Rp 966,7 triliun, dari posisi Rabu pekan lalu sebesar Rp 964,07 triliun.

Kemudian di pasar primer, penawaran yang masuk (incoming bids) dalam lelang Surat Utang Negara (SUN) yang dilakukan pemerintah kemarin sebesar Rp 107,8 triliun, lebih tinggi dari lelang sebelumnya Rp 95,6 triliun, sekaligus menjadi rekor tertinggi kedua sepanjang sejarah penerbitan SUN.

Dari incoming bids tersebut, yang dimenangkan oleh pemerintah sebesar Rp 34 triliun, lebih tinggi dari target indikatif Rp 33 triliun.

Selain itu, tingkat partisipasi investor asing juga meningkat di lelang kemarin, yakni sebesar 11,6% dari sebelumnya 7,6%. Tingginya minat terhadap obligasi Indonesia menjadi indikasi adanya aliran modal masuk ke dalam negeri, rupiah pun perkasa.

Tetapi kini spekulasi tapering di tahun ini kembali menguat yang bisa membebani rupiah pekan ini. Hal tersebut dimulai setelah pernyataan wakil ketua The Fed, Richard Clarida, yang berbicara dalam sebuah acara dengan tema Outlooks, Outcomes, dan Prospects for U.S. Monetary Policy” yang diadakan oleh Peterson Institute for International Economics.
Dalam acara tersebut Clarida mengindikasikan tapering bisa dilakukan di tahun ini, dan suku bunga akan dinaikkan pada awal 2023.

“Anda duduk di sini dan melihat inflasi sudah jauh di atas target dan pasar ketenagakerjaan terus membaik menuju level pra-pandemi. Menurut saya, ini terdengar seperti kami harus bersiap,” kata Richard Clarida, Wakil Ketua The Fed, dalam wawancara bersama Washington Post.

Pernyataan Clarida kemudian didukung rilis data tenaga kerja AS yang menunjukkan perbaikan lebih lanjut. Departemen Tenaga Kerja AS Jumat lalu melaporkan sepanjang bulan Juli perekonomian AS mampu menyerap tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) sebanyak 943.000 orang, lebih tinggi dari hasil polling Reuters 880.000 orang.

Sementara tingkat pengangguran juga turun menjadi 5,4% dari bulan Juni 5,9%, dan lebih tajam dari prediksi 5,7%. Selain itu, rata-rata upah per jam juga mencatat pertumbuhan 0,4% dari bulan sebelumnya.

Pascarilis data tersebut dolar AS langsung melesat 0,6%, dan pagi ini berlanjut menguat 0,1% pagi ini yang tentunya menyulitkan bagi rupiah untuk kembali menguat. Bahkan Mata Uang Garuda berisiko berbalik melemah di pekan ini. 

Secara teknikal, koreksi rupiah kemarin belum merubah level-level yang harus diperhatikan. Rupiah masih tertahan resisten Rp 14.350/US$, jika bergerak di atasnya ada berisiko pelemahan ke Rp 14.400/US$ hingga 14.410/US$.

Penembusan ke atas level tersebut akan membawa rupiah menuju Rp 14.450/US$, sebelum menuju Rp 14.500/US$ di pekan ini, bahkan tidak menutup kemungkinan lebih tinggi lagi.

Rupiah masih memilik potensi menguat, sebab kini bergerak di bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), dan MA 100 yang berada di kisaran Rp 14.410/US$. Apalagi indikator stochastic belum mencapai wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Ketika rupiah yang disimbolkan USD/IDR mencapai wilayah oversold, maka ada kemungkinan berbalik naik, artinya rupiah melemah.

Support terdekat berada di kisaran Rp 14.300/US$ yang menjadi target penguatan. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang ke Rp 14.270/US$ hingga Rp 14.260/USS atau MA 200 yang akan menjadi support kuat.