Pemudik Terobos Penyekatan Polisi, Anggota DPR RI: Masyarakat Merasa Didiskriminasi

Grahanusantara.co.id, Jakarta – Pemerintah telah berlakukan larangan mudik tahun 2021 dan membentuk pos-pos penyekatan mudik, namun demikian Kian hari mendekati hari raya Idul Fitri 2021 para pemudik roda empat maupun roda dua semakin banyak dan melonjak jumlahnya.

Belum lama ini, salah satu pos penyekatan mudik yang berada di Kedungwaringin, Bekasi jebol akibat banyaknya jumlah pemudik. Terkait hal ini, Wakil Ketua Komisi V DPR Syarif Alkadrie beranggapan bahwa masyarakat geram dan merasa diperlakukan berbeda hingga akhirnya menentang larangan mudik tersebut.

“Masyarakat di bawah terpancing, kok ini diskriminatif dari luar (negeri) bisa (datang ke Indonesia). Itu memancing emosi masyarakat yang mau pulang. Akhirnya, terjadi jebol itu,” kata Syarif, Senin (10/5/2021).

“Supaya masyarakat tidak terprovokasi, tanggal 6 sampai batas waktu dilarang mudik. (Larangan) tidak hanya di dalam negeri, (kedatangan dari) luar negeri juga pengetatan” lanjutnya.

Sebelumnya, polisi meloloskan ratusan pemudik dari penyekatan Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat. Pemudik yang didominasi kendaraan roda dua itu diperbolehkan jalan setelah terjadi kemacetan parah.

Pemotor diperbolehkan melintas ke arah Karawang. Polisi yang tadinya menyekat dengan barrier plastik oranye akhirnya membuka, Minggu (9/5/2021) pukul 22.47 WIB .

Kakorlantas Polri Irjen Istiono mengatakan ratusan pemudik yang diloloskan di pos penyekatan Kedungwaringin, Bekasi, merupakan diskresi kepolisian. Istiono mengatakan hal itu sebagai langkah mengurangi kerumunan.

“Ya, ratusan pemudik yang mencoba ya, ini bahasanya bukan menerobos ya. Ini memang kita kelola, kita alirkan, ini adalah diskresi kepolisian, kalau sudah terjadi penumpukan yang besar, ini terjadi sebuah kerumunan penumpukan yang kita hindari adalah menjadikan klaster baru di kerumunan antrean tersebut,” kata Istiono di Kedungwaringin, Bekasi, Jawa Barat, Senin (10/5).

Politikus Partai NasDem Syarif Alkadrie yang sekaligus Wakil Ketua Komisi V DPR ini mengatakan sebenarnya kedatangan warga negara asing (WNA) ke Indonesia memang telah melalui beberapa pemeriksaan hingga karantina. Namun, sebagian warga tidak peduli terhadap proses kedatangan WNA tersebut.

“Dari luar juga kan sebenarnya sudah lakukan prokes (protokol kesehatan), isolasi, karantina, tapi masyarakat nggak mau tahu itu. Mungkin dia tidak tahu itu dikarantina, karena isu medsos (media sosial) kan langsung ke lokasi kerja (dari bandara)” kata Syarif.

Dia juga menyoroti soal adanya pembukaan tempat wisata selama libur Lebaran. Menurutnya, semestinya tempat wisata juga ditutup agar tak terjadi kerumunan.

“Larangan mudik itu kan artinya perpindahan, artinya ada dari luar (negeri), ada dalam. Tidak terjadi kerumunan, tidak terjadi perpindahan, tidak terjadi penularan wisata sulit lakukan prokes, maka ditutup. Kan nggak mungkin kita lakukan antigen rame-rame,” ujarnya.

Pemerintah perlu membangun citra bahwa mereka tidak memberi celah kepada penularan virus Corona. Jadi, tidak ada lagi pemahaman keliru dari masyarakat bahwa pemerintah melarang mudik, tapi mengizinkan hal lain yang berpotensi penularan.

“Pemerintah sudah serius cuma perlu ada persamaan (pandangan dengan masyarakat), hingga tidak ada persepsi yang beda-beda,” ujarnya.

“Kita harus lakukan itu semua seirama. Senada, orkestranya itu lagunya sama. Tujuannya agar lebih efektif, misal tempat wisata tak boleh kita buka. Pandangan masyarakat kalau dibuka kan akan terjadi kerumunan,” ucapnya.