GeNose Jadi Syarat Perjalanan Penerbangan, Begini Kelebihan dan Kekurangannya!

Grahanusantara.co.id, Jakarta – GeNose C19 akan digunakan sebagai syarat penerbangan per April 2021 mendatang. GeNose test adalah tes skrining COVID-19 yang diciptakan dengan teknologi AI (artificial intelligence) oleh peneliti di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Selain menjadi syarat perjalanan dengan mode transportasi penerbangan, GeNose sudah lebih dulu digunakan untuk syarat penumpang kereta jarak jauh. Baik dari dan ke Pulau Jawa serta di dalam Pulau Jawa (antar provinsi/kabupaten/kota) sejak 5 Februari 2021 lalu.

Di balik persetujuan GeNose sebagai opsi syarat perjalanan termasuk pesawat, ada plus minus yang perlu diketahui dari alat ini. Berikut perbedaannya, dikutip dari berbagai sumber.

Kelebihan dari pada tes skrining GeNose teknologi AI ini mampu mendeteksi keberadaan partikel atau Volatile Organic Compound (VOC) yang dikeluarkan orang yang terinfeksi COVID-19. Selain itu, penggunaan alat ini jauh lebih praktis daripada tes Corona swab PCR dan antigen yang harus mencolok bagian hidung serta mulut seseorang untuk mengambil sampel.

Tes ini juga lebih praktis dari tes antibodi yang memerlukan darah sebagai sampel pengujiannya. Untuk GeNose, sampel hanya diambil dari hembusan napas mulut ke dalam sebuah kantong dan membuat pengambilan sampel jauh lebih nyaman.

Setelah itu sampel akan diuji dan hasilnya bisa terlihat di layar monitor dalam bentuk kurva. Dari kurva tersebut, bisa dilihat keterangan apakah sampel yang didapatkan positif atau negatif mengandung partikel COVID-19.

Meski demikian, perlu diketahui bahwa kekurangan dari pada tes GeNose C19 ini hanya bersifat sebagai alat skrining saja. Alat ini tidak bisa digunakan sebagai penentu apakah seseorang terinfeksi COVID-19 atau tidak.

“Jadi yang dideteksi di sini bukan virusnya, bukan virus Corona COVID-19. Tapi, yang dideteksi adalah partikel atau senyawa yang memang secara spesifik akan berbeda jika terjadi atau dikeluarkan oleh orang yang mengidap COVID-19,” jelas Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro.

Selain itu, peneliti GeNose Dian K Nurputra mengatakan alat ini tidak bisa digunakan di sembarang tempat, karena bisa mempengaruhi akurasi dari GeNose. Tetapi, hal tersebut sudah bisa diatasi dengan sistem ‘pendeteksi udara’ yang terpasang di GeNose yang akan mendeteksi cocok atau tidaknya lingkungan sekitarnya.

Tak hanya itu, orang yang akan menggunakan tes ini tidak diperbolehkan mengkonsumsi makanan atau minuman yang beraroma kuat, misalnya seperti jengkol, durian, hingga kopi. Hal ini bisa mempengaruhi hasil tes pemeriksaan dan membuat pendeteksian jadi tidak akurat.

“Satu jam atau terpaksanya itu 30 menit sebelum dites itu jangan makan makanan yang aromanya itu keras. Seperti misalnya jengkol, pete, durian, kopi, ngerokok,” ungkap Prof Kuwat dalam sebuah diskusi secara virtual.