Warek 3 dan 4 UIN Jakarta di Pecat Karena Dianggap Tak Kerja, Benarkah?

Grahanusatara.co.id, Tangsel – Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Amany Lubis memberhentikan secara tiba-tiba Wakil Rektor (Warek) III Bidang Kemahasiswaan Prof Masri Mansoer dan Warek IV Bidang Kerjasama Prof Andi Faisal Bakti.

Melalui Surat Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 167 dan 168 Tahun 2021, kedua guru besar itu diberhentikan dari jabatannya tertanggal Kamis 18 Februari 2021.

Dalam Surat Keputusan itu tertulis, Prof Masri Mansoer dan Prof Andi Faisal Bakti mengajarkan sudah tidak dapat lagi dalam melaksanakan tugas kedinasan. Sehingga, dicopot dari jabatannya sebagai Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta masa jabatan 2019-2023.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan periode 2019-2021, Prof Masri Mansour, membenarkan bahwa dirinya diberhentikan dari jabatannya berdasarkan SK Rektor. Namun, ia menyebutkan alasan bahwa pemberhentiannya itu terlalu mengada-ada lantaran tidak dapat bekerja sama dengan Rektor.

“Saya Prof. Dr. Masri Mansour, MA, benar diberhentikan dari jabatan Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Alasan kemacetan saya dicari-cari dan mengada-ada dan alasan saya tidak dapat bekerja dengan Rektor,” ujar Masri Mansoer dalam keterangannya di Ciputat, Tangerang Selatan, Jumat (19/2) petang.

Prof Masri memastikan bahwa yang sebenarnya terjadi adalah bukan dirinya tidak dalam hubungan dengan Rektor, melainkan diputusnya koordinasi antara Rektor dengan dirinya yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai Warek.

“Bahkan saya diasingkan dengan tidak dilibatkan dalam rapat-rapat pimpinan yang berhubungan dengan tupoksi saya. Situasi ini berlangsung selama 3 bulan terakhir,” tegasnya.

Menurut Prof Masri, ia bersama rekannya, Prof Andi Bakri Faisal diatur secara sepihak alias tanpa proses klarifikasi yang diatur diatur dalam aturan kepegawaian dan peraturan undangan-undangan.

“Kami diberhentikan tanpa proses klarifikasi, pemeriksaan yang sesuai dengan aturan kepegawaian dan peraturan undangan,” tegas tokoh Muhammadiyah ini.

“Sebelumnya saya sudah memperkirakan akan diberhentikan karena permohonan dialog yang tidak pernah diklarifikasi. Pemanggilan terhadap saya dilakukan 2 kali tanpa menyebutkan apa yang saya lakukan,” sambungnya.

Prof Masri penilaian, Rektor telah memberhentikan secara sewenang-wenang dan diduga melanggar peraturan-undangan.

Atas dasar itu, ia justru justru merasa sangat prihatin dengan kondisi yang terjadi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebab kini UIN dikelola secara tidak profesional, tidak patuh pada prinsip-prinsip tata kelola universitas yang baik (GUG).

“Sebagai warga negara yang baik, saya akan meminta hak-hak hukum kami,” cetusnya.

Prof Masri menambahkan, pemberhentiannya dari Warek III Bidang Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu diduga masih berkaitan dengan statusnya sebagai saksi dan tergabung dalam upaya pengungkapan dugaan berwenang dan bertindak etik.

“Sebagai informasi, bahwa kami diberhentikan karena nama saya dicantumkan sebagai saksi dalam laporan ke polisi oleh pihak lain dan tergabung dalam upaya pengungkapan yang diduga berwenang dan melanggar etik,” ungkapnya.  

“Selanjutnya saya akan dibentuk dengan kuasa hukum saya, tentang langkah-langkah hukum yang diambil,” demikian Prof Masri.

Berdasarkan informasi yang diambil dari kalangan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pencopotan dua Wakil Rektor itu merupakan buntut dari upaya pengungkapan dugaan korupsi dan tindak pidana dalam pembangunan asrama mahasiswa UIN Jakarta.

Pasalnya, Rektor UIN Jakarta Prof Amany Lubis pernah melaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan korupsi dan pemalsuan surat keputusan yang mengatur kewenangan pembangunan asrama mahasiswa di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah.    

Koordinator UIN Watch Sultan Rivandi mengaku mendapatkan laporan dan data dugaan penyimpangan, tuduhan kekuasaan, dan pemalsuan keterangan serta dugaan korupsi di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal tersebut diketahui dalam proposal atau permohonan dana menggunakan 2 stempel yang berbeda.     

“Dugaan ini diketahui dari kecurigaan BPKH saat ada proposal permohonan bantuan dana untuk pembangunan asrama mahasiswa UIN Jakarta dengan menggunakan Logo UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas nama Panitia Pembangunan Gedung Asrama Mahasiswa,” kata Sultan dalam keterangannya Kamis (19/11/2020) lalu.