Berhentikan Seorang Penyidik, Ketua KPK Dinilai Otoriter

Graha Nusantara – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai sikap Firli Bahuri selaku pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) otoriter.

Kurnia Ramadhan selaku peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kebijakan pimpinan KPK untuk mengembalikan penyidik KPK Kompol Rossa ke Kepolisian memberi kesan KPK otoriter. Pasalnya, pengembalian Rossa seolah dipaksakan dan tidak berdasar.

“KPK memasuki era otoritarianisme di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. Bagaimana tidak, langkah yang bersangkutan memberhentikan paksa Kompol Rosa sama sekali tidak berdasar,” terang Kurnia, Rabu (5/2/2020).

Ia mengatakan, ada dua indikator yang mengindikasikan Kompol Rossa dihentikan tanpa dasar. Pertama, Rosa terhitung berprestasi karena berhasil membongkar skandal suap yang melibatkan eks caleg PDI-P Harun Masiku dan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

“Kedua, masa jabatan Kompol Rosa belum selesai. Sehingga timbul pertanyaan, apa motif dibalik Firli melakukan hal ini?” kata Kurnia.

ICW juga menyoroti sejumlah kontroversi yang terjadi pada masa kepemimpinan Firli di KPK yang umurnya belum mencapai tiga bulan. Mulai dari kegagalan menyegel Kantor PDI-P yang juga tak kunjung digeledah, atraksi Firli memasak nasi goreng, hingga pemburuan Harun yang belum berhasil.

“Untuk itu, lima Pimpinan KPK adalah sumber dari berbagai masalah yang sedang mendera KPK,” kata Kurnia.

Diberitakan sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan bahwa Kompol Rossa telah dihentikan dari KPK dan dikembalikan ke Polri. Pihak Polri pun mengaku telah menerima Kompol Rossa.

“Berkaitan dengan Kompol Rossa dan Kompol Indra, memang sudah dikembalikan ke kepolisian, sudah ada pembicaraan antara pimpinan KPK dan pimpinan Polri,” ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Argo Yuwono, Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2020).