Pakar: Banjir Bisa Tingkatkan Penularan COVID-19 secara Tak Langsung

Bencana banjir bisa meningkatkan penularan Covid-19. Penularan bukan terjadi lewat air banjirnya, namun lewat interaksi manusia selama evakuasi, pengungsian, hingga kondisi WC umum.

“Banjir punya potensi meninggikan risiko terjadinya penularan, namun penyebabnya tidak secara langsung. Bukan karena air banjirnya yang membawa virus, melainkan karena orang terpaksa berinteraksi lebih dekat dan sering,” kata epidemiolog Dicky Budiman kepada Grahanusa.com, Selasa (22/9/2020).

Dicky adalah epidemiolog yang pernah terlibat dalam kerja-kerja penanganan SARS, HIV, flu buru, dan flu babi bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dia adalah alumni Universitas Padjajaran, peraih gelar master epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, dan kini menjadi kandidat doktoral di Universitas Griffith.

“Tidak usah terlalu khawatir soal masalah airnya, tapi prinsip pencegahan tetap harus dijaga, baik oleh masyarakat maupun petugas,” kata dia.

Protokol kesehatan pencegahan COVID-19 harus tetap dijaga. Semua masyarakat harus mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dengan sabun. Namun terkadang dalam situasi bencana banjir, semua langkah itu sulit diterapkan. Misalnya, saat petugas mengevakuasi warga yang terendam banjir.

“Yang harus diwaspadai adalah ketika kita menolong (evakuasi warga). Petugas evakuasi ini mobilitasnya tinggi dari satu daerah ke daerah lain, dia bisa membawa virus kalau tidak disipilin,” kata Dicky.

Kondisi pengungsian yang sesak juga bisa mendorong penularan COVID-19. Kondisi berjejal bisa menggagalkan prinsip jaga jarak.

Dicky menyarankan, lokasi pengungsian jangan terlalu jauh dari lokasi asal warga. Soalnya, perpindahan banyak orang dari satu lokasi ke lokasi lain bisa ikut menyebarkan virus Corona di lokasi dengan prevalensi COVID-19 yang tinggi ke lokasi yang semula mempunyai prevalensi yang rendah.

“Bila mengungsi, pengungsi jangan jauh-jauh dari RW itu juga. Karena masing-masing RW prevalensinya beda. Jangan jauh-jauh dari zona dia supaya meminimalkan juga interaksi dengan wilayah lain yang berbeda zona,” kata Dicky.

“Hanya, pengungsi tidak akan punya banyak pilihan. Maka mulai sekarang, kondisi di pengungsian harus diantisipasi,” kata dia.

Aktivitas di pengungsian juga harus dijaga supaya tidak berpotensi meningkatkan penularan COVID-19. Termasuk, kondisi WC umum. Kondisi WC umum yang pengap meningkatkan penularan via udara (airborne).

“Sirkulasi udarai di tempat MCK (mandi, cuci, kakus) harus lancar. Bagian atasnya minimal harus dibuka. Jangan sampai ada orang positif COVID-19 masuk ke situ, kemudian dalam waktu yang sangat cepat ada lagi orang sehat yang masuk ke situ. Penularan via aerosol memagn ada, meski tergantung kondisi spesifik di ruangan tersebut,” tutur Dicky.