RUU Cipta Kerja: DPP GMNI Tegaskan Menolak dan Akan Menyampaikan Hasil Kajiannya

Grahanusantara.co.id – Melihat jamaknya penolakan dari Buruh terhadap RUU Cipta Kerja (Omnibus law Ciptaker) diberbagai daerah, menurut Maman Silaban selaku Ketua DPP GMNI Bidang Politik, sudah selayaknya pemerintah mempertemukan seluruh kepentingan tripatrit yang bersinggungan dengan beleid ini.

RUU Ciptaker ini menjadi sorotan karena muatan dalam drafnya dinilai hanya mengutamakan investasi dan pembangunan infrastruktur, tetapi mengabaikan sektor pekerja/buruh, sektor lingkungan hidup dan lainnya. RUU Ciptaker ini memuat 11 klaster, 15 bab, 174 pasal, dan menyebabkan 79 UU dengan 1.203 pasal menjadi terdampak.

Menurut Maman Silaban, RUU Ciptaker (Cipta Kerja) tidak memiliki 3 Kepastian pada sektor Buruh. “Kepastian yang pertama adalah kepastian kerja, kepastian kedua adalah kepastian upah/pendapatan dan kepastian ketiga adalah kepastian sosial atau kesehatan.” ujar Maman.

“Jangan hanya merepresentasikan satu elemen saja untuk mewakili banyaknya arus penolakan di republik ini, nanti imbasnya pada kualitas beleid yang ingin dihasilkan, jika memang maksud dari RUU Ciptaker ini baik, pemerintah harus mampu menmpertemukan semua kepentingan didalamnya, tidak mungkin ada penolakan kalau tujuannya baik, logika sederhananya begitu.” ucap Maman.

Lebih lanjut, Maman menyampaikan bahwasanya penolakan terhadap RUU Ciptaker ini sudah lama, sejak awal mula RUU ini dicanangkan Presiden Jokowi, karena dari awal proses lahirnya saja sudah tidak transparan, jadi pemerintah terkesan menutup nutupi maksud dan tujuan sebenarnya RUU ini di ajukan.

“Wajar saja banyak kalangan berspekulasi bahwasanya RUU Ciptaker atau yang marak dikampanyekan dengan diksi tolak Omnibus Law ini dinilai tidak berpihak pada Kesejahteraan Buruh/pekerja, environmental sustainability dan kalangan kecil lainnya, karena semuanya terkesan ekslusif dan prosesnya dipimpin dominan oleh kalangan atas atau pengusaha, sehingga produk yang dihasilkan tidak mengakomodir kepentingan subjek lainnya.” lanjut mantan Ketua Cabang GMNI Medan ini.

Banyak hal yang menjadi catatan tersendiri dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini, salah satunya adalah mengenai environmental sustainability atau keberlanjutan dari lingkungan.

“Poin krusial menurut saya soal enviromental sustainability yang pemerintah abaikan dalam RUU Ciptaker ini bisa dilihat pada Bab VIII tentang pengadaan lahan, pemerintah meng-Omnibus Law kan UU Nomor 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dimana pemerintah menyisipkan diantara pasal 19 dan pasal 20 poin 19 A, B dan C, yang mana pada poin ini pemerintah ingin memberikan kemudahan untuk mendapatkan izin pembangunan dengan meniadakan lagi persyaratan mengenai: kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, kawasan hutan dan pertambangan, kawasan gambut/sempadan pantai dan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal). Ini yang kedepan bisa menjadi malapeta bagi keberlanjutan lingkungan kita.” papar alumni Fakultas Pertanian USU ini.

Lebih lanjut, menurut Maman dengan adanya syarat Amdal saja banyak dijumpai kasus kerusakan lingkungan oleh perusahaan-perusahaan baik itu swasta maupun BUMN. Apalagi syarat Amdal ditiadakan.

Seperti kita ketahui, bahwasanya tujuan Amdal adalah suatu penjagaan dalam rencana usaha atau juga kegiatan agar tidak memberikan suatu dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Dan apabila syarat ini ditiadakan, hipotesa awal dari rencana pembangunan tersebut pasti adalah akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan sekitar. Ini alasisis sederhana mengenai poin krusial yang menurut GMNI wajar bila Omnibus Law Ciptaker ini menuai banyak kritikan dari berbagai pihak. Dan beberapa poin krusial lainnya yang menjadi catatan GMNI yang akan disampaikan dalam bundel hasil kajian.

“Kalau pemerintah masih ngotot ingin memaksakan untuk mengesahkan segera RUU Ciptaker ini tanpa koreksi terhadap poin-poin krusial yang menjadi catatan dari pelbagai elemen yang menyuarakan kritikan dan analisisnya, maka sudah sepatutnya masa masa dari elemen tersebut bersatu padu untuk menyuarakan Penolakan terhadap (Omnibus Law) RUU Ciptaker ini.” tutup Ketua DPP GMNI Bidang Politik ini.