Tahun 2020 DPR RI, Mendapat Tugas dan Beban Kerja Berat

Jakarta – DPR RI sepakat 248 RUU, dalam menyepakati hal ini beban kerja DPR sangat berat mengingat RUU ini masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020-2024.

Ditambah masih banyaknya anggota DPR RI periode 2019-2024 banyak dihuni orang baru yang minim pengalaman politik.

Diantaranya ada 50 RUU yang sudah disepakati masuk dalam program legislasi nasional jangka pendek yang harus rampung dipenghujung 2020.

Adapun 4 RUU tentang Omnibus Law, dimana RUU ini berbicara tentang penyederhanaan puluhan aturan perundang-undangan.

Hal itu menjadi tugas yang tidak mudah bagi anggota dewan yang terpilih, pasalnya dari fungsi legislasi DPR tidak pernah mencapai target. Hal itu dipaparkan oleh peneliti Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia Hurriyah di Jakarta, kemarin.

” Hampir setengah orang-orang baru, dengan latar belakang tidak punya pengalaman politik akan sulit merealisasikan target 248 RUU selama duduk di DPR hingga 2024,” katanya.

Ia melihat ada sejumlah hal yang membuat legislasi di parlemen kurang merepresentasikan aspirasi dari pemilih, hal ini karena banyak anggota DPR RI yang cenderung mementingkan kepentingan parpolnya.

Data dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas menunjukkan untuk UU mengenai politik, intensitas prolegnas prioritas 2005-2020 terlihat bahwa UU tentang Pemilihan Umum yang paling intensif dibahas dalam periode tersebut yaitu enam kali, lalu UU tentang Pemilihan Kepala Daerah dibahas lima kali, Undang-Undang terkait MPR, DPR, DPD, dan DPRD dua kali dibahas, sementara UU mengenai Partai Politik hanya dibahas satu kali. Sementara itu, UU lain yang dianggap urgen tidak kunjung selesai dibahas.

“Misalnya Rancangan Undang-Undang mengenai kekerasan seksual yang dianggap penting tidak kunjung dibahas,” ucapnya.

Selain itu, Hurriyah menilai ada persoalan serius dari segi prosedur penyusunan undang-undang.

Disampaikannya, banyak RUU yang dimasukan dalam prolegnas, tetapi naskah akademiknya belum ada. Naskah akademik adalah bagian penting dari proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

Meskipun tidak semua jenis peraturan perundang-undangan mengharuskan adanya naskah akademik namun dapat menjadi acuan arah RUU yang akan dibahas. Selain itu keberadaan naskah akademik juga dapat menghindari adanya tumpang tindih peraturan.

Komentar