PT Krakatau Stell dan PT BPUI Dibantu Program PEN, JPMI: Kemenkeu Harus Tinjau Ulang

Grahanusantara.co.id, JAKARTA – Pemberian anggaran dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2020, oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani kepada Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp.143 Triliun dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), sama sekali tidak mengedepankan aspek management resiko investasi, seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2019 Tentang Investasi Pemerintahan.

Pernyataan itu disampaikan  Koordinator Presidium Jaringan Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (JPMI), Deni Iskandar, Senin (20/07) diacara diskusi santai Indonesian Of Social Political Institute (ISPI) bertajuk, ‘Setelah Covid-19: Indonesia Dalam Ancaman Krisis dan Resesi Ekonomi’, di Jl. Sabeni Raya No 20, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

“Bila melihat rincian anggaran dari lampiran Perpres 72 Tahun 2020, PMN yang diberikan kepada Kementerian BUMN ini, justru sangat layak dipertanyakan. Sebab, peruntukan PMN dalam Program PEN ini, untuk perusahaan BUMN yang terdampak Covid-19. Faktanya apa, justru perusahaan BUMN yang tidak terkena dampak, itulah yang mendapatkan PMN dari APBN. Inikan sangat tidak masuk akal dan aneh,” Kata Deni.

Ia menegaskan, pemberian anggaran dalam bentuk PMN pada PT BPUI (Persero), PT Krakatau Stell dan PT Hutama Karya maupun pemberian anggaran dalam bentuk Dana Talangan kepada PT Pertamina dan PT KAI, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 itu dinilai tidak tepat dan tidak layak.

“Harusnya perusahaan yang bermasalah dalam pengelolaan management internal seperti ini, tidak usah diberikan anggaran. Faktanya apa, perusahaan model begini malah diberikan anggaran oleh Sri Mulyani. Inikan seolah-olah, ketidakmampuan seorang direksi dan komisaris mengelola perusahaan BUMN ini, dibiarkan oleh negara. Harusnya, Direksi dan Komisaris itu bertanggung jawab kepada negara, ini justru direksi dan komisaris jadi beban buat negara.” Tegas Deni.

Selain itu, Deni juga menegaskan, dalam Perpres No 72 Tahun 2020, pemerintah memang telah mengucurkan dana bantuan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan total sebesar Rp 143,63 triliun untuk 17 perusahaan BUMN. Dana bantuan PEN tersebut, tegas Deni, diberikan kepada Kementerian BUMN dalam bentuk Penyertaan Modal Negara, Dana Talangan dan Invetasi Pemerintah.

“Pemberian anggaran dalam bentuk PMN pada PT BPUI (Persero) sebesar Rp.11,8 Triliun itu, layak dipertanyakan, sebab pemberian PMN itu untuk pembayaran klaim asuransi Jiwasraya yang saat ini ditangani oleh PT Nusantara Life. Nah, kasus Jiwasraya itu terjadi sebelum Covid-19, jadi gak ada dampaknya dan bertentangan nomenklatur perundang-undangan. Menteri Keuangan, Sri Mulyani harus meninjau ulang soal pemberian PMN dan Dana Talangan pada perusahaan BUMN itu,” tegas Deni.

“Begitu juga dengan pemberian anggaran pada PT Krakatau Stell sebesar Rp. 3 Triliun, itu harus gak jelas. Harus dicatat bahwa, PT Krakatau Stell itu perusahaan yang setiap tahunnya, tidak bisa keluar dari kerugian, dan masalahnya itu ada terletak pada management internal perusahaan, jadi untuk apa diberikan anggaran bantuan dari PEN oleh negara, mending bubarin aja. Ini negara lagi krisis, APBN-nya defisit, harusnya BUMN membantu negara agar APBN tidak Defisit, ini malah membebani negara,” pungkas Deni.