Hari Pendidikan Nasional : Momentum Refleksi Kesadaran Berpikir Kritis Bagi Kaum Terpelajar 

Grahanusantara.co.id, Medan – Semboyan pendidikan yang terkenal dari Ki Hadjar Dewantara adalahing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayaniyang artinya “di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”. Melalui Keppres No.316/1959 Presiden Soekarno yang menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Ki Hadjar Dewantara. Berdasarkan Keppres itu juga, hari kelahiran pelopor pendidikan pribumi ini ditetapkan untuk diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Di Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei yang telah berjalan beberapa dekade, kita perlu merenungkan kembali dan merefleksikan dunia pendidikan kita terkhusus kaum intelektual generasi penerus. Perjalanan dunia pendidikan yang terhitung sudah cukup panjang tersebut nyata telah melukiskan wajah peradaban bangsa ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Momentum Peringatan hari pendidkan Nasional (Hardiknas),‘Pendidikan’ yang pada dasarnya memiliki prinsip-orientasi mencerdaskan manusia, membangun relasi, membina dan mengembangkan kualitas manusia secara bertahap dan berkelanjutan.

Tujuan pendidikan menurut UUD 1945(versi amandemen), pasal 31 ayat 3 menyebutkan,”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan, keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang Undang. Berkaitan dengan tujuan pendidikan, Plato seorang filsuf dan matematikawan Yunani dari Athena menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mewujudkan Negara yang ideal. Plato menegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah membebaskan dan memperbaharui pengetahuan serta melepaskan diri dari belenggu ketidaktahuan dan ketidakbenaran.

Sementara itu dalam Undang-Undang no 20 tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan Pendidikan Nasional dalam jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam undang undang no 21 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat  dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berahklak mulia, serta berilmu,cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Esensi pendidikan tidak lain adalah ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan hidup yang pada umumnya mencerminkan kecerdasan manusia (intelek, emosional, spiritual). Pilar kecerdasan ini dapat membentuk manusia yang utuh, integral dan otonom. Lebih jauh, kecerdasan manusia dapat diartikan dan dirumuskan sebagai kompetensi hidup manusia. Pendidikan mesti berorientasi pada pendidikan ideal yang sesuai dengan hakikat pendidikan itu, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang terlihat dalam sikap berpikir kritis dan mampu peka setiap persoalan dengan baik dan teliti. Kesadaran kritis ini meniscahayakan pendidikan ideal yang berkualitas.

Karena itu, sistem pendidikan perlu mengutamakan penanaman sikap mental yang kreatif, moralitas yang luhur, etos kerja, disiplin nasional, dan rasa tanggung jawab sosial yang tinggi. Selain itu, perlu ditumbuhkembangkan percayaan kepada kemampuan diri sendiri dan mengikis rasa rendah diri. Segala cita-cita luhur untuk membentuk sistem pendidikan nasional yang ideal pasti juga memiliki berbagai kekuarangan dan juga permasalahan yang timbul. Di era kapitalisasi membuat lembagga pendidikan menjadi bahan komersialisasi dimana pendidikan menjadi komoditas yang tinggi untuk dijual. Nyatanya, dengan mahalnya biaya pendidikan banyak pelajar ataupun mahasiswa yang putus sekolah dan tidak mempu melanjutkan pendidikannya karena terkendala biaya. Selain itu, kapitalisme juga mulai mengarahkan dunia pendidikan kedalam arus pemenuhan pasar tenaga kerja. Pendidikan mendorong manusia untuk menjadi seorang budak perusahaan dibandingkan menjadikan manusia memiliki pemikiran terbuka dan juga kratifitas dalam hidup. Untuk mewujudkan sebuah sistem khusus nya dalam dunia pendidikan yang ideal, tak pernah terlepas dari pengaruh kaum pembaharu yang kita kenal dengan sebutan “Mahasiswa”.

Mahasiswa merupakan sebuah nama panggilan bagi orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di perguruan tinggi. Pemikiran kritis, konstruktif dan demokratis selalu lahir dari pola pikir mahasiswa. Suara-suara mahasiswa yang kerap kali mempresentasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi di lingkungan mahasiswa maupun masyarakat sekitar. Sikap idealisme mendorong para mahasiswa untuk memperjuangkan banyak aspirasi pada penguasa dengan cara mereka sendiri. Kejadian real yang kita lihat di lapangan telah menunjukan sikap mahasiswa saat ini cenderung lebih hedonis, apatis dan selalu mengikuti perkembangan zaman dengan segenap perubahan global     dibanding lebih banyak daripada mahasiswa yang mau berdiskusi dan senantiasa menyuarakan hak. Terkadang gerak dan langkah mahasiswa tersebut tak dapat kita salahkan sepenuhnya kepada mahasiswa itu sendiri, tetapi banyak elemen penting terkait mengapa hal tersebut dapat terjadi. Kecenderungan seperti itu tidak dapat kita elakkan karena tuntutan zaman dengan segenap modernitasnya yang menyebabkan mahasiswa dan kaum terpelajar lainnya bertindak cenderung bersikap hedon.

Pendidikan pada hakikatnya meningkatkan kualitas para pelajar dan mahasiswa sebagai makhluk yang memiliki kepribadian yang baik. Ideal pendidikan Indonesia hanya bisa terealisasi bila adanya kesadaran kritis. Dunia pendidikan saat ini ditantang secara hebat oleh budaya yang ditawarkan oleh teknologi, budaya instan, pengaruh perkembangan internet dan alat-alat yang mempermudah kerja manusia, yang semuanya memiliki aspek positif tertentu namun menimbulkan kelemahan jiwa. Tentu saja, harapan agar pendidikan tidak hanya berkaitan dengan soal-soal teoritis melainkan berhubungan praksis hidup yang bermakna, akan selalu memperjuangkan kehidupan dimasa depan untuk generasi penerus bangsa. Kesadaran kritis dipahami sebagai sebuah bentuk kesadaran di mana individu mengetahui dan menyadari bahwa ada unsur-unsur di luar dirinya yang mempengaruhi kesadarannya sendiri.

Kesadaran kritis yang dimaksudkan di sini, tidaklah sama persis dengan apa yang dimaksud oleh Freire. Tapi saya bermaksud untuk mengukur seberapa besar peluang setiap (semua) individu mendapatkan kesadaran yang utuh. Namun kita pun percaya bahwa masa depan dimulai dengan sikap kritis pada masa ini, seperti  refleksi penulis dalam memperingati momentum Hari Pendidikan Nasional tahun ini. Jadi seorang mahasiswa adalah pemuda yang mempunyai pola pikir kritis yang masih bersemangat dan peka terhadap hal yang ada disekitar dan keinginan untuk merubah sangat tinggi. Tapi sekali lagi perubahan baik ini tergantung mahasiswa sendiri bagaimana mengaplikasikannya. Mahasiswa harus berperan aktif dalam persoalan sosial.‘Aku percaya bahwa pendidikan bermaksud mencerdaskan manusia secara penuh hingga ia mencapai keselarasan baru dengan sesamanya dan dengan alam semesta’. (Erich Fromm)

Selamat Hari Pendidikan Nasional, semoga pendidikan kita dapat melahirkan Generasi bangsa yang berintegitas, tanggung jawab, berahlak mulia dan cinta akan Indonesia.

Oleh: Riady Syaputra (Mahasiswa Kota Medan)

Komentar