Tak Ada Lagi Opsi Restorative Justice untuk Mario dan Shane

Graha Nusantara, Jakarta – Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta tak lagi memberikan opsi restorative justice pada kasus penganiayaan dengan korban Cristalino David Ozora (17) yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo (20) dan Shane Lukas Rotua Pangodian Lumbantoruan (19). Penutupan opsi tersebut disebabkan oleh David atau sang korban mengalami luka berat akibat penganiayaan tersebut.

“Untuk Tersangka Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas Rotua Pangodian Lumbantoruan tertutup peluang untuk diberikan penghentian penuntutan melalui RJ karena menyebabkan akibat langsung korban sampai saat ini tidak sadar/luka berat, sehingga ancaman hukumannya lebih dari batas maksimal RJ, dan menjadikan penuntut umum untuk memberikan hukuman yang berat atas perbuatan yang sangat keji,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Ade Sofyansah, Jumat (17/3/2023).

Ade menerangkan pemberian restorative justice hanya dapat diberikan apabila keluarga korban memberikan maaf. Apabila tidak ada pemberian maaf maka restorative justice tak dapat diterapkan.

“Restorative justice hanya dapat dilaksanakan apabila ada pemberian maaf oleh korban atau keluarga. Jika tidak ada, otomatis tidak ada upaya restorative justice dalam tahap penuntutan,” ucap Ade.

Disisi lain, Kajati DKI Jakarta Reda Manthovani memberikan penawaran penerapan diversi kepada anak AG yang tengah berhadapan dengan hukum. Ade menerangkan penawaran tersebut didasarkan pada pertimbangan masa depan seorang anak yang diatur dalam UU Perlindungan Anak. Menurutnya, anak AG tidaklah melakukan secara langsung kepada korban.

Sebagai informasi, diversi adalah sebuah pengalihan penyelesaian perkara pidana anak dari yang semula peradilan pidana menjadi proses di luar peradilan pidana.

“Statement Kajati DKI Jakarta memberikan peluang untuk menawarkan memberikan diversi kepada Anak AG yang berkonflik dengan hukum semata-mata hanya mempertimbangkan masa depan anak sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Anak, oleh karena perbuatan yang bersangkutan tidak secara langsung melakukan kekerasan terhadap korban. Namun, apabila korban dan keluarga tidak memberikan upaya damai khusus terhadap pelaku Anak AG yang berkonflik dengan hukum, upaya restorative justice tidak akan dilakukan,” ujar Ade.

ade menerangkan bahwa penjengukan David di rumah sakit oleh Kajati DKI dan tim jaksa penuntut umum hanyalah sebuah ungkapan rasa empati. Selain itu, penjengukan tersebut juga untuk memastikan jika para terdakwa pantar untuk diberikan hukuman yang berat.

“Kehadiran Kajati DKI Jakarta dan tim penuntut umum di rumah sakit semata-mata ungkapan rasa empati sebagai penegak hukum sekaligus memastikan bahwa perbuatan para terdakwa sangat layak untuk diberi hukuman yang berat,” ujarnya.

Sebelumnya, Kejati DKI Jakarta memberikan penawaran restorative justice (RJ) pada penyelesaian kasus penganiayaan kepada David Ozora. Meskipun demikian, penerapan keadilan restorative tersebut berada di tangan keluarga David sebagai keluarga korban.

“Kami akan tetap tawarkan, masalah dilakukan RJ atau tidak, itu tergantung para pihak, khususnya keluarga korban,” terang Reda, Kamis (26/3/2023).

“Kalau memang korban tidak menginginkan (RJ), itu proses jalan terus. Proses RJ dilakukan apabila kedua belah pihak memang menginginkan perdamaian dan tidak ingin melanjutkan lagi perkara ini. Tapi kalau salah satu pihak tidak bisa atau tidak menginginkan, seperti bertepuk sebelah tangan namanya,” sambungnya.

Komentar