Pemindahan Ibu Kota Indonesia (Wacana dan Realisasi) dari Zaman Soekarno Hingga Jokowi

Pada tahun 2017 Presiden Jokowi mewacanakan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke wilayah pulau Kalimantan. Hal tersebut didasari oleh banyak pertimbangan-pertimbangan penting, dalam penuturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brojonegoro pada keterangan tertulisnya, pemilihan Kalimantan sebagai ibukota yang baru karena letaknya yang strategis dan berada di tengah-tengah Repulblik Indonesia.

Jika diruntut pada sejarah, kebijakan pemindahan ibu kota ini pertama kali digaungkan dan dilaksanakan oleh Presiden Soekarno (Bung Karno). Tepatnya, pada 17 Juli 1957 di Palangkaraya. Kala itu, Sultan Hamengku Buwono IX memberi saran kepada Presiden Soekarno agar ibukota dipindahkan dari Jakarta ke Yogjakarta, melihat ketidak stabilan diberbagai sektor seperti ekonomi. Politik, dan keamanan serta serangan demi serangan yang dilakukan oleh Belanda di Jakarta, pada 4 Januari 1946 Bung Karno resmi memindahkan ibukota dari Jakarta ke Yogjakarta.

Dengan kondisi diberbagai sector mulai stabil, pada 1950-an, Bung Karno kembali memiliki wacana  daerah di Kalimantan Tengah sebagai ibu kota negara. Langkah ini dilanjutkan dengan peletakan batu pertama pembangunan awal Kota Palangkaraya yang secara simbolis diperlihatkan dengan pembangunan tugu peringatan. Tugu Soekarno itu diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 17 April 1957.

Presiden pertama RI ini sebenarnya tak berencana secara langsung memindahkan ibu kota, melainkan membagi beban Jakarta kepada kota ini. Soekarno juga ingin menampilkan wajah-wajah baru Indonesia kepada dunia. Kalimantan juga mempunyai lokasi strategis, karena bebas dari pusat gempa. Setelah pemantapan lokasi tersebut, belum ada kelanjutan mengenai prosesi pemindahan.

Di era kepemimpinan Soeharto (Orde Baru), gagasan pemindahan ibu kota muncul kembali dengan mengusulkan daerah Jonggol, Bogor, sebagai Ibu Kota negara, tentunya dengan beberapa pertimbangan hingga pada akhir pemerintahannya wacana ini belum juga terealisasikan.

Pemindahan ibu kota kembali ramai di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Oktober 2010. kala itu, SBY menawarkan opsi guna mengatasi kemacetan di Ibu Kota Jakarta.

  1. Mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota maupun pusat pemerintahan dengan pembenahan total.
  2. Jakarta tetap menjadi ibu kota, tetapi pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah lain. Presiden waktu itu mencontohkan Malaysia, yang beribu kota di Kuala Lumpur tapi pusat pemerintahannya di Putrajaya. Terakhir, membangun ibu kota baru, seperti Canberra (Australia) dan Ankara (Turki).

Demikian keputusan pemindahan ibu kota dari zaman Presiden Soekarno hingga Presiden Jokowi, tentunya hal ini banyak menimbulkan reaksi masyarakat. Baik reaksi mendukung agar pemerataan diberbagai sektor dapat terealisasikan, adapula reaksi menentang seperti anggapan bahwa pemindahan Ibu Kota saat ini merupakan ide yang buruk,  didasarkan pada ekonomi negara yang sedang sulit,selain itu masyarakat khawatir akan berkurangnya paru-paru dunia (hutan Kalimantan) dengan dalih akan dijadikan sebagai lahan untuk infrastruktur.

Opini dari Mega Yunita siswi kelas 12 (SMAN 3 Tangerang Kota)

Editor: Yusuf Muhamad