50% Lebih Dana Yang Diterima ACT Mengalir Ke Entitas Pribadi

Graha Nusantara, Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporakan bahwa terdapat ACT menerima aliran uang dengan total Rp 1,7 triliun yang beraasal dari ratusan rekening milik Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan afiliasinya.

PPATK mengatakan bahwa rekening yang berjumlah 843 rekening tersebut telah diblokir.

“Jadi PPATK melihat ada Rp 1,7 triliun uang yang mengaliar ke ACT,” ujar Ivan Yustiavandana Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Ivan menuturkan bahwa dari uang yang di terima ACT lebih dari 50% uang tersebut mengalir ke entitas-entitas yang terafiliasi kepada pihak-pihak pribadi.

“Dari kita melihar terdapat lebih dari 50 persennya itu mengalir ke entitas-entitas yang terafiliasi kepada pihak-pihak pribadi gitu ya, dan itu kan angkanya masih Rp 1 triliunan ya yang kita lihat ya. Sementara ini masih kita duga dipergunakan oleh, secara tidak prudent-lah, tidak akuntabel,” jelas Ivan.

PPATK juga menerangkan siapa saja yang menerima uang tersebut. anak usaha ACT lah yang menerima aliran dana tersebut dan kemudian dana tersebut mengalir ke pengurus yayasan filantropi ini.

“Kan ada kelompok-kelompok di masing-masing. Jadi ACT itu punya kegiatan-kegiatan usaha lain. Jadi kegiatan usaha lain itu yang kemudian menerima dana, dan dana itu ada kembali lagi ke pengurus, gitu, seperti yang kami sampaikan sebelumnya, kelompok-kelompok kegiatan usaha di bawah entitas A ini dimiliki oleh, terafiliasi dengan para pemilik di A-nya tadi,” terang Ivan.

Uang yang seharusnya dipergunakan untuk kepentingan sosial disalahgunakan untuk membayar kesehatan, membeli vila, hingga digunakan untuk pembelian rumah menurut Ivan.

“Jadi kita melihat ada kepentingan untuk buat pembayaran kesehatan, pembelian vila, kemudian pembelian apa, pembelian rumah, pembelian aset, segala macam yang memang tidak diperuntukkan buat kepentingan sosial,” ujar Ivan.

Kasus ini telah membuat presiden serta mantan presiden ACT yaitu Ibnu Khajar dan Ahyudin ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penggelapan dana donasi. Mereka berdua terancam hukuman 20 tahun penjara.

“Kalau TPPU sampai 20 tahun,” ujat Kombes Helfi Assegaf yang merupakan Wadirtipideksus Bareskrim Polri.

Selain itu, terdapat tersangka lainnya yaitu Pembina ACT Hariyana Hermain dan Ketua Dewan Pengurus Pembina ACT Novariandi Imam Akbari (NIA).

Mereka semua akan dikenakan Pasal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan dan/atau Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP, lalu Pasal 374 KUHP.

Para tersangka kasus penggelapan dana ini juga akan dikenakan Pasal Pasal 45 a ayat 1 juncto Pasal 28 ayat 1 Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang ITE. Kemudian Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 juncto Pasal 5 Undang-Undang 16 Tahun 2001 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, lalu Pasal 3, 4, 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, dan Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.