Kripto Terjun Bebas, Tradernya Kelimpungan

Grahanusantara.co.id, Jakarta – Keruntuhan nilai aset kripto belakangan ini membuat para tradernya kelimpungan. Apalagi bagi mereka para trader baru banyak yang stres dan kapok.

Memang ketika Bitcoin dan kawan-kawan nilainya melambung tinggi, banyak orang yang tergiur. Apalagi banyak para trader yang pamer keuntungan aset kripto di media sosial.

Young investor yang juga Founder Ternak Uang Timothy Ronald mengatakan, pandemi COVID-19 juga menjadi salah satu faktor bertambahnya jumlah investor kripto. Mereka tanpa memiliki pengetahuan yang cukup dengan percaya diri langsung nyemplung di pasar kripto.

“Di tahun pandemi ini kan banyak yang terdampak pekerjaannya. Akhirnya mencari sumber pendapatan lain dan mereka tergiur dengan update pamer teman-temannya yang untung di kripto. Padahal di dunia ini nggak ada instrumen investasi yang mudah,” ucapnya dalam acara d’Mentor detikcom, Rabu (4/8/2021).

Menurut Timothy banyak dari trader kripto yang belum teredukasi dengan baik. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang paham apa itu blockchain. Padahal aturan utama untuk investasi adalah paham tentang instrumen investasi apa yang akan dibelinya.

“Karena bisa jadi teman kita cuan tapi kita nggak, padahal barangnya sama. Itu karena teman kita mengerti apa yang dia beli,” tambahnya.

Tak hanya itu yang lebih mengenaskan lagi, para trader newbie kripto itu tidak paham atas profil risikonya sendiri. Timothy menjelaskan, faktor untuk investasi di kripto adalah 50%, analisis 50%-nya lagi adalah psikologis.

Kebanyakan dari mereka akhirnya menganut paham YOLO (You Only Live Once) dan FOMO (Fear of Missing Out). Tanpa pikir panjang mereka langsung habiskan uangnya untuk membeli aset kripto.

“Seharusnya mereka paham risiko terhadap psikologi karena manusia musuh terbesarnya ya kita sendiri. Kita punya psikologi. Terkadang kita sebagai manusia lebih pilih nggak mau untung dibanding nggak mau rugi,” tuturnya.

Timothy menjelaskan, banyak dari trader newbie yang ogah cut loss ketika aset kripto yang dia miliki turun. Mereka berpikir selama aset itu belum dijual dia belum rugi. Padahal itu merupakan bagian dari money management.

Mereka akhirnya malah menambah beli atau average down dengan harapan harganya akan kembali naik. Tapi ketika harganya terus turun, akhirnya mereka amunisi mereka habis dan kerugiannya jauh lebih besar.

Padahal jika mereka bisa menentukan di level berapa mereka harus cut loss dan ikhlas terhadap penurunan harganya, risiko kerugiannya bisa diminimalisir.