Polemik Vaksin Berbayar, Begini Kata Menkes Budi Gunadi

Grahanusantara.co.id, Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku pusing melihat polemik vaksin gotong royong individu yang berbayar, Budi mengaku lebih memilih meluangkan waktu melobi negara-negara untuk mendatangkan oksigen hingga obat untuk pasien Covid-19. Pernyataan itu disampaikan menjawab pertanyaan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh saat rapat kerja, Selasa (13/7?2021).

Nihayatul mempertanyakan seberapa besar daya ungkit vaksin berbayar ini mempercepat target vaksinasi Covid-19 di Indonesia.

“Kalau dilakukan daya ungkitnya berapa pak? Apa signifikan atau tidak? Ini kalau enggak signifikan ramainya sudah luar biasa, tapi ininya gak jelas,” kata Nihayatul.

“Ramainya saya yang pusing juga bu. Kalau saya bisa meluangkan waktu saya melobi Amerika, Cina, untuk mendatangkan mesin oksigen yang sangat dibutuhkan atau melobi Swiss untuk datangin obat Actemra yang mau beli susah sekali saya sebenarnya lebih suka ke sana. Tapi kan ini tanggung jawab ini mesti saya jalankan saya hadapi,” ungkap Budi.

Vaksin gotong royong diakui Budi belum memberikan daya ungkit yang besar terhadap percepatan vaksinasi. Porsi vaksin gotong royong juga belum tinggi dibandingkan dengan vaksin program pemerintah.

“Saya enggak bisa ngomong ke depan nanti bisa salah, ini bukan tupoksi saya juga. Kalau yang saya lihat memang sampai sekarang enggak terlalu besar swingnya,” katanya.

Mantan Wakil Menteri BUMN ini menjelaskan, tujuan awal digagasnya kebijakan vaksin gotong royong untuk mempercepat vaksinasi nasional. Karena dianggap program pemerintah kurang gesit dan kurang cepat. Sehingga butuh dorongan dengan vaksinasi khusus untuk swasta.

“Vaksin gotong royong di awal adalah kebijakan ini dibikin untuk merespons karena ada persepsi waktu itu kalau pemerintah akan kurang gesit kurang cepat suntiknya dibandingkan swasta,” paparnya.

Namun pada perjalannya vaksinasi gotong royong justru kurang cepat seperti diharapkan. Sehingga muncul usulan untuk dibuka untuk individu dan berbayar agar target awal tercapai.

“Sehingga pada saat itu keluar ide teman-teman di sana gimana caranya ini sesuai rencana. Salah satu idenya adalah itu. Ya sudah yang gotong royongnya perusahaan, individu saja. Karena perusahaan ini ribet susah sana sini. Itu yang terjadi,” terang Budi.

Selain itu Budi menegaskan, Kemenkes tidak sepenuhnya terlibat dalam vaksin gotong royong. Program ini hubungannya business to business antara Bio Farma dengan produsen vaksin. Kemenkes terlibat dalam menentukan jenis vaksin, harga dan jumlah. Kemenkes tidak ikut dalam proses negosiasi dan pengalokasiannya.

“Tapi ini skema business to business yang dilakukan oleh BUMN Bio Farma membeli dari produsen langsung kita juga tidak ikut negosiasinya kemudian langsung menjualnya dengan KADIN kita juga tidak ikut negosiasi dan kita tidak ikut alokasi,” jelas Budi.