SBY di Zaman Soeharto

Grahanusantara.co.id, Jakarta – Mengenan masa lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)Ketua  mantan Presiden RI keenam di masa Orde Baru.

Dilansir dari Tempo, SBY bernostalgia tentang karirnya sebagai tentara sambil menikmati kopi dan hidangan angkringan di warung Pendapa Lawas, Kota Yogyakarta pada Ahad petang, 8 April 2018.

Bagi SBY, Yogyakarta menjadi kota yang penuh kenangan sekaligus tantangan, terutama saat ia menjalankan tugas sebagai Komandan Korem 072/Pamungkas pada 1995. Saat itu, SBY berpangkat kolonel.

Tahun 1995, kata SBY, menjadi tahun awal mulai tumbuhnya gerakan transisi era Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto menuju era reformasi yang kemudian lahir pada 1998. “Situasi sosial politik saat 1995 itu di Yogya sudah hangat dan kemudian tahun 1997-1998 makin panas,” kata SBY dalam acara santai lawatannya yang bertajuk ‘Ngopi Bareng SBY’ itu.

SBY menuturkan, menjadi Komandan Korem di tengah hangatnya situasi sosial politik itu, ia berupaya tetap menjaga komunikasi dengan publik sekaligus menjaga stabilitas politik dan keamanan di Yogya. “Ingat, saat itu, dwifungsi ABRI masih menjadi doktrin,” ujarnya.

Ia ingat betul ketika ia setiap saat harus berkomunikasi dengan para mahasiswa Yogya yang kala itu amat kritis, dinamis dan kerap melancarkan kritik tajam pada pemerintahan Orde Baru.

Untuk menanggapi kritik tajam para mahasiswa pada pemerintahan Soeharto kala itu, SBY justru melakukan komunikasi dengan sejumlah aktivis mahasiswa. Seperti Andi Arief dan Heri Sebayang yang kini turut bergabung dengan Partai Demokrat yang dibentuk SBY.

“Para aktivis mahasiswa ini siang harinya unjuk rasa mengkritik dan menuntut pemerintah A,B,C,D tapi malam harinya saya ajak dialog,” ujar SBY.

Meski mendekati dan mengajak dialog terus para aktivis mahasiswa itu, SBY mengaku pada akhirnya ia tetap gagal membendung aksi mahasiswa yang makin kencang dalam mengkritisi dan menuntut Orde Baru berakhir itu. “Saya hanya ingatkan kepada para aktivis itu soal gentleman agreement yang kami buat, unjuk rasa tak boleh melampaui kepatutan, melanggar hukum, dan menimbulkan gangguan kemanan,” ujarnya.

SBY bersyukur di masa tugasnya yang tak sampai setahun di Yogya, tak pernah ada peristiwa kekerasan akibat berbagai aksi unjuk rasa dan kencangnya kritik para aktivis itu.

SBY pun mengaku, akibat pendekatannya yang persuasif dan komunikatif dengan para aktivis mahasiswa saat itu dianggap keliru oleh rezim Orde Baru. Ia dianggap terlalu lunak sebagai tentara kepada elemen mahasisa.

SBY pun saat itu beralasan jika langkah persuasifnya itu karena menjadi bagian tugasnya sebagai aparat teritorial untuk menjalin komunikasi dengan siapapun termasuk elemen mahasiswa. “Saya hampir dicopot dari jabatan saya tetapi Pangdam (Panglima Kodam) saya membela kalau pendekatan politik yang konstruktif memang seperti itu,” ujar SBY.

Ia pun bersyukur bisa melalui masa itu. “Saya bersyukur akhirnya bisa selamat dari terpaan politik saat itu, dan lalu ditugaskan memimpin kontingen pengamat militer Perserikatan Bangsa Bangsa ke Bosnia,” kata SBY.