Jutaan Dosis Vaksin Sudah Diimpor, Indonesia Tetap Saja Membuat Vaksin Sendiri

Grahanusantara.co.id, Jakarta – Sejak beberapa hari yang lalu Indonesia sudah memulai program vaksinasi, yang bertujuan untuk mengakhiri pandemi Covid-19, mulai dari vaksin jadi hingga yang setengah jadi alias curah, sudah jutaan dosis vaksin yang diimpor Indonesia.

Namun, di sisi lain pengembangan vaksin juga dilakukan di dalam negeri, meskipun baru bisa digunakan diperkirakan tahun depan. Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro menjelaskan ada dua pertimbangan pemerintah tetap mendorong pengembangan vaksin meskipun sudah ada vaksin impor yang siap digunakan.

Pertimbangan pertama menurutnya, belum ada yang tahu seberapa lama daya tahan vaksin yang sudah ada. Menurutnya, kemungkinan besar vaksin impor yang sudah siap digunakan belum bisa menjaga daya tahan tubuh orang yang sudah divaksin selama seumur hidup.

“Kenapa kita tetap kembangkan vaksin Merah Putih meskipun sudah ada yang impor? Ada dua hal yang dipertimbangkan, yang pertama adalah belum ada yang tahu daya tahan tubuh akibat divaksin bisa berapa lama bertahan, apakah seumur hidup? Sepertinya tidak,” ujar Bambang saat rapat kerja bersama Komisi VII DPR, Senin (18/1/2021).

Yang jadi masalah apabila virus Corona nyatanya tidak hilang dan tetap ada, maka vaksinasi ulang perlu dilakukan. Maka dari itu ketersediaan vaksin di dalam negeri harus dilakukan agar tidak melakukan impor apabila program vaksinasi harus dilakukan lebih dari satu kali per orang.

“Nah kalau virus COVID-19 ini tidak hilang maka kita perlu ada booster dan re-vaksinasi. Makanya itu kita perlu kemandirian untuk vaksinasi, jadi nanti kalau ada yang daya tahan tubuhnya turun sehabis vaksin bisa gunakan vaksinasi Merah Putih, tak perlu impor,” kata Bambang.

Pertimbangan kedua, virus Corona bisa saja terus bermutasi, maka dari itu tak mungkin hanya berpangku tangan pada satu jenis vaksin. Pengembangan vaksin Merah Putih pun akan melihat perkembangan mutasi dari viru Corona itu sendiri.

“Kemudian pertimbangan kedua ada juga mutasi virus, sampai saat ini mutasi yang ada memang belum mengganggu khasiat vaksin yang sudah ada. Tetapi, kita kan nggak tahu mutasi di masa depan mengharuskan kita mesti ubah vaksinnya,” tutur Bambang.

Bukan cuma di Indonesia, menurut Bambang, Turki juga melakukan hal yang sama. Di sisi lain negara tersebut melakukan impor vaksin, namun pengembangan vaksin di dalam negeri juga dilakukan.

“Ini ada juga Turki yang seperti kita, kita juga sering berkomunikasi dengan mereka,” ujar Bambang.
Indonesia sendiri sudah mengimpor sebanyak 3 juta dosis vaksin Sinovac dari China, kemudian 15 juta vaksin setengah jadi juga diimpor dari tempat yang sama.

Selain itu masih ada 54 juta vaksin lagi yang akan datang dari luar negeri. Vaksin itu didapatkan dari The Global Alliance for Vaccines and Immunisation (GAVI), dan kemungkinan akan datang di sekitar bulan Februari atau Maret. Kemudian, sebagai informasi untuk vaksin Merah Putih sendiri, Maret nanti bibit vaksin hasil penelitian Lembaga Eijkman akan diberikan ke Bio Farma. Selanjutnya ada serangkaian tes praklinis yang mesti dilakukan Bio Farma.

Lalu, di sekitar kuartal III-IV uji klinis kepada manusia bisa dilakukan untuk mendapatkan izin darurat Emergency Use Authorization, dan proses tersebut diperkirakan akan memakan waktu hingga tahun 2022 mendatang.